(foto: kegiatan pengenalan mainan tradisional dalam rangka peringatan Hari Kartini, 21 April 2017)



Hari ini, tepat tanggal 1 Juni, yang mulai tahun 2017 ditetapkan menjadi hari libur nasional sebagai peringatan Hari Lahir Pancasila melalui SK Presiden No. 24 tahun 2016. Tepat tanggal ini pula, setahun yang lalu, saya mulai masuk dan fokus berkarya di dunia pendidikan anak usia dini.

Berbicara tentang setahun menjadi pendidik anak usia dini (AUD), tolong izinkan saya untuk  berbagi tentang cerita pengalaman, pelajaran, serta pengetahuan dan pendidikan yang saya peroleh yang sedikit banyak pelan-pelan mempengaruhi cara pikir dan cara pandang saya sebagai perempuan.

Hal yang paling saya bisa rasakan adalah bahwa menjadi pendidik AUD membekali saya untuk persiapan menjadi seorang ibu. Ibu yang semoga tidak hanya bisa melahirkan anak, tetapi juga mampu mencintai, merawat dan mendidiknya dalam segala tantangan zaman untuk masa depan yang lebih baik dari saya. Amin.

Hal lain yang saya lihat, bagi sebagian orang (bahkan mayoritas), menjadi pendidik di lembaga PAUD dianggap sebagai profesi yang "gampang" dan rendah baik di sisi pendapatan finansial maupun tingkat status sosial masyarakat kita. Yang lebih membuat sedih adalah bahkan di banyak lembaga terjadi, tidak butuh tingkat pendidikan yang tinggi untuk menjadi pendidik PAUD. Siapapun bisa menjadi pendidik PAUD. Jika ada upaya untuk mengupdate dan mengupgrade diri, mungkin masih cukup lumayan.. setidaknya ada perbaikan kompetensi/ kualitas diri pendidik, tetapi kalau tidak ada sama sekali? Bunda... anak-anak usia dini bukan mainan yang bisa dijadikan mal praktik. Mereka adalah generasi penerus bangsa kita di masa depan yang harus dirawat dan dididik dengan sangat baik. :((

Setahun saya mengalami sendiri menjadi pendidik PAUD, justru itu membalikkan persepsi tentang profesi pendidik PAUD meski tidak bisa dipungkiri bahwa pada sisi honor finansial (di banyak lembaga PAUD khususnya di perkampungan atau di daerah yang kesadaran masyarakat tentang peran pendidik dan lembaga PAUD masih minim) belum seluruhnya merata dengan besaran yang layak (standar bekerja di luar bidang pendidikan, misal: kantor atau perusahaan).

Jika semua pendidik PAUD benar-benar belajar dan memahami tugas dan perannya, sebenarnya menjadi pendidik PAUD justru adalah sebuah kepercayaan yang tinggi dan sebuah tanggungjawab yang besar. Bagaimana tidak? Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.137 tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini disebutkan bahwa:
"Pendidikan Anak Usia Dini adalah upaya pembinaan anak sejak lahir sampai usia 6 tahun melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.".

PAUD sendiri berisi program pembinaan berupa kegiatan pendidikan. Program PAUD ini dihadirkan untuk mengembangkan seluruh potensi anak yang mencakup lingkup perkembangan nilai agama dan moral, fisik motorik, kognitif, bahasa, sosial emosional, dan seni. Sebagai pendidikan dasar, PAUD menjadi dasar yang memberi pengaruh nyata pada keberhasilan di jenjang pendidikan di atasnya. Jadi, jika secara gamblang hampir bisa dikatakan bahwa pendidik PAUD itu tugasnya bukan memintarkan anak, melainkan membentuk sikap dan karakter anak. Lha yang memintarkan anak?

Itu bagian dari tugas guru SD, SMP, SMA, dan PT. Itulah salah satunya mengapa anak-anak PAUD tidak boleh diajari calistung. Kalau untuk merangsang calistung dengan bermain, boleh. Merangsang dengan bermain lho, bukan formal calistung seperti anak SD.
Lha, lalu di sekolah anak-anak PAUD belajar apa? Mereka belajar melalui bermain. Jadi ya wajar tiap hari mereka di sekolah diajak bermain.. tapi bermain yang mendidik sikap, pengetahuan, dan ketrampilan. Bagaimana mereka bermain secara bergantian (belajar sabar), bermain balok (belajar tentang kreativitas, gagasan dan pembangunan), bermain pasir mengisikannya berbagai jenis botol botol (belajar ukuran, berhitung, latihan motorik halus), dan seterusnya. Anak-anak PAUD tetap diberikan pengetahuan dan ketrampilan, tetapi untuk tingkat PAUD porsi pendidikan lebih banyak pada pembentukan sikap (pembiasaan): bagaimana ketika anak diberi makanan oleh temannya (mengucapkam terima kasih), bagaimana ketika anak datang ke sekolah dan bertemu dengan pendidik dan temannya (mengucap salam dan berjabat tangan), setelah makan snack membuang bungkus snack ke tempat sampah, dan pembiasaan sikap yang lainnya.

Tugas pendidik PAUD adalah mempersiapkan anak untuk siap mengikuti pendidikan di tingkat selanjutnya. Itulah yang menjadi tanggungjawab pendidikan tingkat PAUD untuk membekali anak-anak usia dini dengan nilai-nilai budi pekerti untuk membentuk sikap dan karakter yang berbudi luhur. Dan semua itu adalah tugas dan tanggungjawab yang harus dipikul bersama antara Pemerintah, pengelola dan pendidikan PAUD, orangtua, serta masyarakat.

Terlebih lagi, membaca dari Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini bagian buku 1 halaman 5 dan 6 disebutkan bahwa:

"Berdasarkan hasil PISA (Programme for International Student Assessment) 2012, kemampuan anak Indonesia usia 15 tahun di bidang matematika, sains, dan membaca masih rendah dibandingkan dengan anak-anak lain di dunia. Hasil PISA 2012, Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes. Rata-rata skor matematika anak-anak Indonesia 375, rata-rata skor membaca 396, dan rata-rata skor untuk sains 382. Padahal, rata-rata skor OECD (the Organization for Economic Cooperation and Development) secara berurutan adalah 494, 496, dan 501. Analisa yang menarik dari kajian terhadao hasil tersebut dikarenakan proses pendidikan kurang mendorong kempuan berpikir tingkat tinggi. Proses pendidikan di Indonesia masih kental pada tahap berpikir tingkat awal (mengingat/menghafal, memahami, dan menerapkan), belum mendorong anak mencapai kempuan analisis, evaluatif, dan kreatif..."

"...Kondisi-kondisi tersebut harus diatasi, mengingat eksistensi dan perkembangan suatu bangsa terletak pada kualitas bangsanya bukan tergantung pada sumber daya alam. SDM yang dibutuhkan untuk menjawab tantangan di abad 21 adalah manusia yang memiliki ketrampilan dalam kehidupan dan karir, ketrampilan dalam belajar yang mencakup 4C, yakni: Critical thinking, Communication, Collaboration, Creativity, dan keterampilan menguasai teknologi, informasi, dan media. Hal penting yang harus dipahami bersama bahwa memiliki pengetahuan semata tidak atau kuranh mampu membantu eksistensi seseorang bila tidak ditunjang dengan kemampuan kreatif, berpikir kritis, dan berkarakter..."

"...Kajian kondisi yang didukung data empirik tersebut mendoromh perlunya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia sejak usia dini, secara menyeluruh dan sistematis, mulai dari peninjauan kurikulum untuk semua jenjang pendidikan, peningkatan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan serta peningkatan kualitas standar lainnya."

Nah! Membaca beberapa bagian isi buku kurikulum 2013 PAUD di atas, sudah nampak kan, betapa besarnya tanggungjawab pendidik PAUD?

Setahun menjadi pendidik PAUD, saya juga mulai memahami mengapa kurikulum di Indonesia sering berubah karena mengikuti tuntutan perkembangan dan kebutuhan zaman, tetapi mengapa seringkali dikeluhkan oleh para pendidik di semua tingkatan pendidikan? Barangkali sosialisai penyampaian informasi tentang dasar perubahan kurikulum itu tidak seutuhnya sampai atau diterima oleh pendidik dari atas (kepala sekolah/pengelola) hingga bawah (pendidik, tenaga kependidikan) dan juga orangtua. Bisa jadi karena mungkin sosialisasi dari pemerintah daerah ke masing-masing lembaga kurang merata (tidak semua mendapat sosialisasi), pemimpin lembaga yang kurang detail dalam mensosialisasikan kepada pendidik dan tenaga kependidikannya, pendidik dan tenaga kependidikan kurang memiliki kemauan untuk maju (stagnan, mungkin karena malas? atau besaran gaji tidak sesuai dengan kinerja sehingga merasa untuk apa meningkatkan kinerja kalau gajinya tetap segitu-gitu aja?), atau faktor geografis sehingga akses dari pemerintah menuju lembaga pendidikan yang kurang lancar, dan faktor-faktor lainnya.

Hal lain yang juga saya mulai semakin memahami setahun terakhir adalah itulah mengapa sering muncul istilah "surga ada di telapak kaki ibu", atau "perempuan yang cerdas dan berpendidikan melahirkan anak-anak yang cerdas dan berkarakter", dan istilah lainnya mengenai perempuan. Salah satunya ya itu tadi..betapa pentingnya pendidikan anak usia dini, dan perempuan sebagai ibu berperan utama di dalamnya. Tapi bukan berarti laki-laki/ayah tidak memiliki peran ya.. keduanya sama-sama berperan penting dalam pendidikan anak usia dini.

Hal yang lainnya lagi, selama menjadi pendidik PAUD saya juga menjadi perlu banyak belajar  mengenai psikologi anak dan orangtua, dan sedikit tahu mengenai itu. Meskipun basic pendidikan saya bukan psikologi, tetapi dari berbagai peristiwa saya bersama anak dan orangtua, mengharuskan saya untuk berpikir dan memahami tentang itu keduanya. Tidak jarang saya mencoba memflashback menuju masa kecil saya, mengingat peristiwa demi peristiwa yang pernah saya alami ketika masa kecil dulu. Pelan-pelan berpikir dan memahami, bahwa hampir semua pendidikan dan pengasuhan yang saya alami ketika usia dini sangat mempengaruhi diri pribadi saya ketika remaja dan dewasa hingga sekarang.

Itu jugalah yang membalikkan cara pikir dan cara pandang saya dalam melihat profesi pendidik PAUD, terlebih juga menjadi orangtua. Betapa menikah, menjadi orangtua, dan menjadi ibu itu bukan sesuatu yang main-main.. tak jarang, muncul ketakutan dan kekhawatiran ketika saya pribadi mulai melangkah untuk mempersiapkan kehidupan baru: rumah tangga. Mampu kah saya menjadi sebenar-benarnya ibu, mengingat tanggungjawab menjadi ibu dan orangtua sangatlah besar? Hingga muncul rasa penasaran kepada banyak orang yang lebih muda bahkan belia yang sudah lebih berani melangkah menuju peran itu: orangtua dan ibu.
Sekali lagi, mendidik anak itu tidak gampang... Bukan hanya tentang menikah, senang-senang berdua, membuat anak (eh) , dan sudah... tapi juga perlu kesiapan mental, jiwa, raga, iman, pengetahuan, ketrampilan, semuanya, juga materi.. karena semuanya pasti perlu perencanaan yang matang dan jelas: kapan mau menikah, habis nikah mau langsung program punya anak/nggak, punya anak mau berapa, mau diapakan, mau bagaimana pola pengasuhan dan pendidikannya, biaya sekolahnya bagaimana, sekolah di mana, mau disekolahkan di mana, dan seterusnya. Ah, tapi pada masalah ini sepertinya lebih pada pikiran pribadi saya ya :||

Lanjut lagi tentang menjadi pendidik PAUD..

Sekali lagi, menjadi pendidik PAUD itu bukan profesi gampang, melainkan seorang pendidik PAUD benar-benar harus pintar dan cerdas (sikap, pengetahuan, dan ketrampilan) karena harus mampu mengembangkan 6 aspek perkembangan dan pertumbuhan anak: nilai agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, sosial-emosional, dan seni.. nah! kan.
Kesemua itu tadi yang juga membalikkan anggapan bahwa sebenarnya pendidik PAUD itu harusnya gajinya lebih besar dibandingkan dengan guru/pendidik di tingkat pendidikan yang lebih tinggi lainnya karema ini tentang "membangun dan membentuk karakter calon generasi bangsa". Dengan catatan, pendidik PAUD juga harus mengimbangi tuntutan gaji tinggi itu dengan terus belajar, meningkatkan kompetensi dan kualitas diri, terus menerus. Sebab, tidak ada gunanya gaji dinaikkan tetapi apa yang kita berikan tetap sama, tidak ada perbaikan dan keinginan-kemauan untuk mengupdate dan mengupgrade diri menjadi lebih baik lagi. Dan catatan terakhir ini saya khususkan untuk saya sendiri ya.. karena bagaimanapun saya masih harus terus belajar dan berlatih. :)


Well, sepertinya sharing saya cukup sampai sini dulu ya. Sebenarnya masih banyak pengalaman seru lainnya ketika bersama anak-anak, tapi next time lagi saja.
Karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan saya, saya mohon maaf jika ada isi tulisan yang kurang tepat dan mohon dibantu membetulkan. Jika mau membetulkan atau sharing tentang bahasan ini, bisa langsung kirim email ke:
dwiajengvye@yahoo.co.id


Terima kasih sudah mau membaca tulisan ini.




Yogyakarta,
Dwi Ajeng Vye


0 Komentar