Beberapa hari yang lalu tiba-tiba saya terpikir ide untuk menjual beberapa barang koleksi pribadi saya yang memang sudah jarang sekali saya pakai dan saat ini belum sangat saya dibutuhkan tetapi lebih mungkin bisa untuk dijual. Entah mengapa ide itu muncul tiba-tiba, dan sontak membuat perasaan saya kalut. Menjual beberapa barang koleksi pribadi bagi saya seperti melepaskan sebuah kenangan dan ingatan. Apalagi saya suka mengoleksi barang atau benda tertentu yang saya anggap dibutuhkan oleh saya sendiri atau karena sebagai kenangan atau ingatan atas peristiwa. Saya menyukainya dan semakin ke sini kesukaan itu menjadi sebuah kebutuhan saya untuk mengabadikan setiap peristiwa yang saya lalui mulai dari yang sangat sederhana.

Sebuah kebutuhan batin menurut saya, dan lambat laun secara psikologi ternyata saya pun juga merasakan efek atas kesukaan saya tersebut. Menyimpan benda, mengabadikan benda, dan menjaganya dengan baik, itulah yang sering saya lakukan terhadap sesuatu yang menurut saya memorable dan meaningful. Semakin saya menjaganya lebih, semakin saya sayang juga lebih, dan ternyata juga semakin saya tidak ingin kehilangan benda tersebut. Ya seperti kenangan. Di mana-mana yang namanya kenangan pasti adalah sebuah momen atau sesuatu yang sudah berlalu. Uniknya, mengapa kenangan selalu disimpan dan bahkan tidak ingin kehilangan kenangan?

Itu lah mengapa ketika saya terpikir ide untuk menjual barang koleksi pribadi saya, saya pun langsung mengeksekusinya. Ini bukan tentang begitu mudahnya saya mau menjual barang-barang yang mungkin orang lain akan menyayangkannya ketika saya menjualnya. Akan tetapi, menurut saya, cara sederhana untuk melepaskan dan mengikhlaskan hal besar adalah dengan memulai melepaskan dan mengikhlaskan hal kecil. Semacam sedang melatih diri sendiri untuk iklas melepaskan sesuatu. Yap, dari yang paling kecil dan sederhana.

Mungkin itu sebuah kegilaan ketika saya menjual barang koleksi pribadi saya. Bahkan ada beberapa teman yang heran dan bertanya-tanya kepada saya mengapa saya menjual barang-barang milik saya? ada banyak tebakan: saya mau pergi? saya mau menikah? saya sedang sangat kesusahan? dan lainnya. Semakin mereka bertanya-tanya, justru saya sendiri juga semakin ikut heran dan bertanya mengapa? dan saya pun berusaha memahami. Ternyata seperti itu reaksi orang-orang di sekitar saya terhadap apa yang sudah saya lakukan. Ternyata dugaan itu banyak dan menjadi sesuatu yang tidak terduga.

Kalau saya menjual menjadi sebuah pertanyaan, tetapi bagi saya menjual itu sendiri menjadi sebuah terapi spiritual untuk diri saya sendiri. Bahkan ketika menentukan dan akan mengeksekusi ide tersebut, sebenarnya ada banyak ketakutan yang saya rasakan. Ketakutan akan kehilangan banyak kenangan bersama benda tersebut, karena setiap benda koleksi saya memiliki sejarahnya sendiri-sendiri. Saya pun harus mengumpulkan banyak keberanian untuk memilih menjual. Di sisi lain, ruang tinggal yang saya tempati memang sedang perlu untuk kurangi isinya karena sudah terlalu penuh. Herannya lagi, setelah berhasil menjual printer dan biola, dan hari-hari sudah berlalu ternyata perasaan saya sudah membaik dan kembali normal seperti biasa. Nah! barangkali, perasaan takut yang kemarin muncul adalah perasaan yang saya ciptakan sendiri atas ketakutan pada sebuah pelepasan dan kehilangan..

Yogyakarta,
Dwi Ajeng Vye

0 Komentar