Membahas jamu (bagi saya) tidak ada bosannya. Bagaimana tidak, karena jamu merupakan salah satu obat sekaligus suplemen untuk tubuh saya. Kalau diflashback, padahal dulu ketika saya masih kecil susah minum jamu, bahkan harus dicekoki 'disuap dengan paksa' dulu oleh ibu saya agar saya mau meneguk jamu. Jamu bagi orang jaman dulu adalah obat tradisional dan alami. Tradisional dan alami karena pembuatannya masih manual (entah kalau sekarang sepertinya udah semakin canggih) dan bahannya pun menggunakan hasil tanaman atau rempah, misal: jahe, kencur, kunyit, asam, sirih, buah jeruk, dan sebagainya yang bisa dimanfaatkan untuk mengobati sakir dan menyehatkan tubuh. Akan tetapi kembali maju justru sekarang (sejak SMP) saya malah jadi jatuh cinta sama jamu.

Menjadi menjadi jatuh cinta karena menurut saya jamu itu lebih alami dan efek negatifnya lebih sedikit dibandingkan jamu ala pabrikan), meskipun saya tidak memungkiri bahwa sebelumnya saya juga pernah minum jamu pabrikan atau minum obat kimia ketika saya sakit,  bahkan hingga sekarang (kalau benar-benar urgent harus minum obat kimia).

Jamu, menurut saya lebih alami tetapi hasil dari minum jamu tidak langsung memberikan efek sehat (lebih lambat, kadang). Ya namanya juga perbandingan, pasti ada yang lebih dan ada yang kurang. Meskipun demikian, saya masih lebih memilih minum jamu daripada obat kimia, kecuali memang urgent harus minum ya.

Alasan utama saya untuk mau  minum jamu itu karena itu semacam langkah saya untuk back to nature. Alam adalah sama-sama makluk hidup seperti manusia. Cepat atau lambat, sebagai makhluk hidup pastinya alam juga merespon terhadap perbuatan kita kepadanya. Satu hal yang saya yakini bahwa ketika saya berbuat baik dan bersahabat pada-dengan alam, maka alam juga akan merespon demikian. Begitu juga sebaliknya. Oleh karenanya, mari cintai alam kita. Dengan minum jamu tradisional, berarti kita telah membantu untuk memupuk rasa cinta alam kepada kita.

Selain itu, bagi saya minum jamu juga sebagai langkah untuk menjaga kebudayaan nenek moyang kita. Hampir seperti alam, sebuah kebudayaan menjadi terus dijaga karena ia memiliki nilai positif dan memberikan kontribusi baik untuk manusia. Ya karena alasan-alasan di atas lah akhirnya membuat saya untuk memilih terus membiasakan dan membudayakan minum jamu minimal untuk diri saya sendiri.

Itu lah unek-unek saya mengenai jamu. Hmm, mungkin ini terlalu subjektif sih, tapi sepertinya normal ya karena saya memang sedang jatuh cinta sama jamu. Apapun hasil cernamu dari bacaanmu terhadap tulisan ini, pada dasarnya saya menulis ini agar kamu juga mau turut membiasakan dan membudayakan minum jamu tradisional. Sebab, kalau bukan kita yang menjaganya, siapa lagi? Jadi, minum jamu yuk!


Yogyakarta,
Dwi Ajeng Vye

0 Komentar