-Draft tulisan blog tahun 2015-

Ada pepatah yang mengatakan bahwa "untuk menjadi bisa, kita perlu biasa/ membiasakan..". Bagi saya pepatah itu memang benar, karna tanpa terbiasa maka semua akan menjadi "kaku" dan "asing". Di budaya Jawa juga ada pepatah begini: "tresna iku jalaran saka kulina --cinta itu tumbuh dari kebiasaan/ terbiasa--", *uhukk*.
Oke, jadi berangkat dari sebuah kebiasaan itu, menurut saya apapun yang sudah terbiasa itu semacam sudah terpola. Seperti halnya rutinitas kita sehari-hari yang mungkin selalu itu-itu saja.. itu juga bisa disebut kebiasaan kan? Misalkan sekali tidak melakukan itu pastinya semacam telah melanggar aturan kita sendiri. Efeknya? Perasaan kita mungkin jadi tidak enak atau gelisah, atau intinya muncullah perasaan tidak nyaman.
Hmm, sepertinya saya memang sedang selo sekali menulis hal-hal beginian yang mungkin kurang atau bahkan tidak penting, tetapi memang ini hanyalah sebuah refleksi saya sendiri yang nggak tau kenapa ingin menyajikannya dalam sebuah tulisan di sini. Barangkali kamu juga pernah mengalami atau tidak pernah sama sekali.
Lagi-lagi berangkat dari sebuah kebiasaan, "rasa berkuasa" itu pun ternyata amat membahayakan untuk diri kita sendiri. Memiliki kekuasaan itu memang menyenangkan: disegani banyak orang, diutamakan, menjadi terdepan, dan sangat jarang dibelakangkan. Maka tak jarang pula rasa berkuasa itu bahkan bisa menjadi sebuah rasa arogan yang pelan-pelan membunuh diri kita sendiri, yang bukan tidak mungkin  ini juga menutup hati nurani kita sendiri yang bisa saja berefek “blind”.
Kini, pelan-pelan saya mulai memahami mengapa melepaskan dan mewariskan warisan kepada generasi baru itu lebih memberatkan dan menguji iman. Ternyata lagi-lagi juga berangkat dari kebiasaan bahwa memiliki kekuasaan itu sama halnya memiliki keistimewaan, memiliki kemewahan, dan pastinya sebuah kenyamanan tiada tara. Melepaskan warisan itu semacam melepaskan balita yang sedang bermain-main. Muncul rasa khawatir, rasa takut kenapa-kenapa, dan itu semua memang butuh diimbangi dengan rasa ikhlas dan yakin bahwa balita akan baik-baik saja saat bermain.
Akan tetapi, sekhawatir dan setakut apapun saat melepaskan untuk mewariskan, saya yakin bahwa itu adalah salah satu jalan dan tanda bahwa “tingkatan diri” itu akan ada. Saat harus melepaskan maka itulah saat kita akan mendapatkan. Melepaskan satu bukan tidak mungkin kita akan medapatkan seribu lagi. Yaaa.. itu adalah sebuah proses untuk ke-menjadi lebih baik-an untuk kita. Perjalanan hidup pasti selalu bertahap, dan semuanya harus dihadapi dan dijalani. Semakin melewati satu tahap, akan semakin dihadapkan dengan tahapan-tahapan lain yang lebih menantang. Senantiasa yakin bahwa Tuhan telah merencanakan dan memberikan yang terbaik untuk kita, karena Dia lah yang lebih mengetahui dan memahami kebutuhan kita sebagai manusiaNya. God love us.

Bantul,
Dwi Ajeng Vye

0 Komentar