Memilih, memilah, dan memilih. Pada akhirnya kita tentu harus memilih. Bahkan tak memilih untuk memilih juga termasuk bagian dari memilih. Begitu juga “bekerja”. Setelah melalui pertimbangan panjang, akhirnya saya pun memilih untuk mau bekerja. Mau karena mungkin saat ini bekerja secara formal adalah sebuah kebutuhan pribadi. Untuk apa? Tentunya untuk memenuhi kebutuhan hidup saya sehari-hari ini. Ya, Juni 2015 adalah masa di mana saya memulai dunia baru yaitu dunia bekerja. Memang, menjadi seorang entrepreneur adalah mimpi yang selalu ingin saya pilih dan saya kekeuhkan. Memulainya pun tidak mudah. Banyak ujian sana-sini, terlebih saat finansial benar-benar tergantung pada usaha kita, pasar, sikon, dll. Semua serba tidak menentu dan menggantung. Ya, beberapa bulan  menjalani sebagai entrepreneur membuat saya harus tahan banting. Saat seret, saat megalir, saat sepi, ya semua memberikan pengalaman tersendiri untuk saya. Ya, semua pilihan memang memiliki konsekuensinya sendiri-sendiri.
Setelah berhasil memulai menjalani entrepereurship dan berhasil berjalan normal, ternyata yang namanya roda itu terus berputar selama dikayuh. Saya mengayuh karena masih butuh hidup, karena saya masih memiliki mimpi-mimpi. Pasti, karena tanpa mengayuh hidup ini mungkin tidak akan jalan. Dalam perjalanan saya menjalani entrepeneurship, muncullah suatu kondisi yang menguji dan membuat saya harus memilih untuk tetap melanjutkan dan kekeuh mejadi entrepreneur dengan segala ketidakpastian, atau memilih bekerja secara formal dengan segala kepastian janji-janjinya. Awalnya idealis itu selalu ada, karena dasarnya saya keras kepala sehingga apapun yang terjadi saya tetap memilih untuk melanjutkan entrepreseurship meski di satu sisi muncul kebimbangan. Kondisi seperti itu terjadi berbulan-bulan. Terus seperti itu dan berulang-ulang, hingga masuklah pada titik klimaks yaitu sebuah moment yang akhirnya membuat saya harus memilih. Dan, “Oke, saya mau bekerja”.
Kemauan bekerja secara formal juga tidak tanpa alas an dan pertimbangan. Banyak pertimbangan yang harus saya pertimbangkan. Terlebih untuk usaha craft yang sudah saya mulai dan jalani hingga sejauh ini. Saya sudah memulainya, dan kini harus mempertahankan dan melanjutkannya. Usaha demi usaha, nyataya bukan hal yang mudah untuk mempertahankan sesuatu. Ah, apakah ini semacam keluh kesah saja atau rasa saya yang sudah ingin menyerah pada keadaan? Bahkan ketika saya memilih untuk bekerja secara formal, sempat muncul pikiran nakal bahwa saya semacam diperbudak oleh uang. Bekerja karena butuh uang, bekerja untuk mendapatkan banyak uang, dan blab la bla. Ini sebuah pikiran nakal yang saya sendiri juga tidak tau mengapa bisa muncul di pikiran saya. Mungkin karena saya seperti tidak punya pilihan lain selain bekerja, atau apa? Bukan. Mungkin karena selama saya bekerja, waktu saya tersita banyak untuk memikirkan dan melakukan pekerjaan. Mungkin waktu untuk hobi dan passion saya semakin berkurang. Mungkin saya mejadi kurang bersosialisasi sama lingkungan terdekat saya. Atau kemungkinan-kemungkinan yang lain.
Ah ya, ini semacam konflik diri saya yang bisa saja meracuni pikiran saya sendiri, tetapi juga semacam obat untuk pikiran saya sendiri. Merenung demi merenung dan mencari, yaa.. saya mulai menemukan jawaban: “Kalau bekerja adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka berkarya adalah untuk memenuhi kebutuhan rasa bahagia..” (Dwi Ajeng Vye, 2015). Mungkin ada positifnya saya pernah meghabiskan waktu untuk membaca buku karya Rene CC “Your Job is Not Your Carier” dan “Ultimate-U”. Saya memang tidak mau menyalahkan atas pilihan saya untuk bekerja meski pada awalnya menurut saya bekerja membuat saya menjadi kekurangan waktu untuk me-time. Saya hanya terus berusaha mecari celah bahwa bekerja menjadi pilihan yang tepat untuk saya saat ini, dan mungkin memang jalan saya saat ini memang harus bekerja dulu sebelum menemukan mimpi-mimpi saya. Dan, temuan kalimat itulah yang kini membuat saya terus berusaha menikmati setiap waktu saya saat bekerja dan semangat dalam bekerja. Saat ini bekerja menjadi sebuah kebutuhan saya untuk memenuhi kebutuhan hidup saya, sedangkan berkarya menjadi cara untuk saya menuangkan dan menikmati passion saya. Jadi, keduanya bagi saya adalah berbeda ruang dan tidak bisa disamakan ruangnya. Memang tidak mudah untuk menjalani keduanya. Perlu kerja keras dan pengorbanan. Kini saya mulai menikmati keduanya dalam hari-hari saya sekarang. Namun, entah dalam tahun-tahun mendatang. Semampu-mampunya saya membagi waktu, tenaga, dan pikiran saya untuk bekerja dan berkarya sesuai passion saya (entrepreneur), pasti akan ada saat saya harus memilih jalan hidup: hanya memilih satu atau tetap menjalani keduanya. Yang jelas, setiap detik yang terjadi saat ini dan ke depannya, akan menjadi cerita dalam perjalanan mimpi saya. Karena saya sendiri juga tidak tau apa yang akan terjadi di depan, tapi apapun yang terjadi perjalanan mimpi saya akan terus berlanjut. Amin. :)


Yogyakarta,

Dwi Ajeng Vye

0 Komentar