Perempuan Butuh Keadilan(?)
Tanggal 21 April sepertinya menjadi hari istimewa bagi
perempuan Indonesia, khususnya yang mengagungkan salah pejuang perempuan kita: Raden
Ajeng Kartini. Begitukah? Hmm. Akan tetapi, hari ini saya bukan mau membahas
beliaunya melainkan mau berbagi pengalaman tentang kondisi yang pernah saya
alami sebagai perempuan. Pengalaman ini muncul ketika saya kelas 1 SMP. Oleh
karena saat itu Ibu saya merantau, saya pun tinggal di rumah hanya bersama
Bapak dan seorang kakak laki-laki saya. Mungkin
karena pengaruh budaya patriarki ya, tugas-tugas laki-laki dan perempuan di
lingkungan saya masih begitu dibedakan jauh. Perempuan tugasnya ya di bagian
dapur, sedangkan laki-laki di bagian pekerjaan fisik yang berat misal:
membangun rumah, mencangkul di sawah, dan sebagainya. Seperti halnya saya saat
itu juga diberi amanah untuk menjalankan tugas ala ibu rumah tangga yaitu
memasak dan belanja kebutuhan bahan makanan ketika sudah habis. Bertahun-tahun
terus begitu.
Entah karena saat itu saya menjadi seorang anak perempuan
yang keras kepala atau kalau sekarang saya menyebutnya “kritis” atau bagaimana,
semakin lama saya merasa hati saya ingin memberontak. Di sisi lain mungkin saya
jenuh dengan aktivitas memasak karena selalu saya yang memasak untuk Bapak dan
kakak saya, dan di sini lain dalam hati saya selalu muncul pertanyaan “mengapa
saya terus yang harus memasak? Mengapa bukan Bapak atau kakak? Kalau saya terus
yang memasak, kok saya merasa seperti bukan sebagai
anak, tetapi sebagai tukang masak?”, DUARRRR!!
Begitulah pengalaman yang pernah saya alami saat menjadi
anak-anak, dulu. Baru satu bulanan ini sih saya tiba-tiba ingat tentang
pengalaman itu, dan saat ingat masa itu saya sendiri juga kaget dan heran
mengapa dulu saya pernah memiliki pemikiran seperti itu. Pemikiran yang mungkin
aneh atau pemikiran tanpa hati atau saya ini anak yang malas atau saya ini anak
yang bandel atau anak yang bagaimana?? Namun, setelah sekarang saya
pikir-pertimbangkan lagi, menurut saya ada benarnya juga sih. Mengapa harus
selalu perempuan yang bertugas untuk memasak, sedangkan laki-laki tidak? Ya
mungkin salah satunya karena di lingkungan desa saya budaya patriarki masih
cukup kuat.
Kalau saya dikatakan feminis, enggak juga sih karena saya sendiri masih
mengakui bahwa saya sebagai perempuan butuh untuk dicintai dan dilindungi oleh
laki-laki. Tetapi sejak masa anak-anak sampai sekarang pun saya memang kurang
suka dengan kondisi di mana saya menerima ketidakadilan, apalagi untuk sesuatu
yang alasannya menurut saya kurang masuk akal. Tidak hanya soal memasak, tapi
juga lainnya, misal tentang bermain. Biasanya di lingkungan desa saya anak
laki-laki diperbolehkan bermain-main hingga larut malam, tetapi untuk anak
perempuan tidak. Kalau saya bertanya kepada keluarga saya yang ada di rumah,
selalu alasan yang diberikan kepada saya tidak memuaskan, atau ujung-ujungnya malah saya sebagai anak perempuan
dimarahi. Hmm, ya yang seperti itulah salah satunya yang saya maksud alasannya
tidak masuk akal sehingga saya belum bisa menerima aturan-aturan dalam budaya
seperti itu meski mau tidak mau saya tetap harus "tunduk" pada budaya
tersebut.
Saya mengakui sih bahwa secara kodrati antara perempuan dan
laki-laki memiliki kodrat yang berbeda, tetap bukan berarti semuanya harus
dibatasi dengan dinding yang tinggi dan tebal kan? Bukankah Tuhan menciptakan
makhluknya berpasang-pasang untuk saling melengkapi? Kalau memang untuk saling
melengkapi, bukankah berarti tugas-tugas yang ada tidak untuk saling “dilempar”
tetapi untuk saling diselesaikan bersama? Hmm, semakin saya berpikir, bertanya,
dan memahami terkadang semakin saya menjadi pusing sendiri.
Yogyakarta,
Dwi Ajeng Vye
3 Komentar
Mbak ayu Ajeng sy minta stop intimidasi laki2, jd laki itu lebih menderita tauu
BalasHapusSejak jaman anyarrow sampe jaman 3gp laki itu di teroooor terus.
LAKI ITU KUAT waktu sy kecil kl naik angkot,ada cewek nggak dpt kursi yg ditumbalin sy disuruh berdiri sm Mamah sy.etika katanya, padahal ce nya sueger burger, padahal kaki laki jg kesel taw, kursi itu diperjuangkan jangan minta dikasi.
LAKI SELALU MASKULIN sy pernah dimarahi guru bp+dilapor ke bapak sy sampe murka waktu pentas seni smp sy nyanyi pake rok padahal Axl rose rok mania, apalg kl sy pake pink pasti disangka kriting he eh tow
LAKI ITU TEGAR anak sy laki2 mesti di intimidasi mamahnya kl nangis dibilang laki kok cengeng padahal nangis kan ungkapan perasaan wajar , anak laki sy no 2 pengen main boneka selalu dilarang mamahnya padahal apa dosanya nya laki pengen main boneka,preeet kan wanita itu sudah di adiluhurkan Tuhan saja suruh sayang ibu, ibu, ibu padahal yg minta buah kuldi itu hawa weeeeeeee salam to temen2 ksbn ya trutama jitakin santo piss songgosong
Mbak ayu Ajeng sy minta stop intimidasi laki2, jd laki itu lebih menderita tauu
BalasHapusSejak jaman anyarrow sampe jaman 3gp laki itu di teroooor terus.
LAKI ITU KUAT waktu sy kecil kl naik angkot,ada cewek nggak dpt kursi yg ditumbalin sy disuruh berdiri sm Mamah sy.etika katanya, padahal ce nya sueger burger, padahal kaki laki jg kesel taw, kursi itu diperjuangkan jangan minta dikasi.
LAKI SELALU MASKULIN sy pernah dimarahi guru bp+dilapor ke bapak sy sampe murka waktu pentas seni smp sy nyanyi pake rok padahal Axl rose rok mania, apalg kl sy pake pink pasti disangka kriting he eh tow
LAKI ITU TEGAR anak sy laki2 mesti di intimidasi mamahnya kl nangis dibilang laki kok cengeng padahal nangis kan ungkapan perasaan wajar , anak laki sy no 2 pengen main boneka selalu dilarang mamahnya padahal apa dosanya nya laki pengen main boneka,preeet kan wanita itu sudah di adiluhurkan Tuhan saja suruh sayang ibu, ibu, ibu padahal yg minta buah kuldi itu hawa weeeeeeee salam to temen2 ksbn ya trutama jitakin santo piss songgosong
Hehehe, mas Songgooo panjang banget. Baik baik, piss ^^v
HapusTapi makasih lho udah mau baca dan menanggapi dgn share pengalamannya mas Songgo juga :)
Give ur coment