Mengapa (Harus) Menulis?
Yeayy, akhirnya malam ini saya memutuskan untuk menulis
karena terinspirasi dari diri sendiri yang berbulan-bulan terakhir
ini banyak absen untuk mengupdate blog ini. Masih saja saya mau izin ngeles ya.. :p sebenarnya ada banyak hal yang ingin saya tulis tetapi “nggak sempat”, bertanda
kutip. Di sisi lain, saya selalu membawa notebook manual setiap saat bepergian,
berjaga ketika saya kepikiran suatu ide dan di sini notebook manual tersebut
sangat berguna untuk saya. Namun, lagi-lagi beberapa minggu ternyata saya juga absen
dari menulis manual di notebook tersebut. Saya terlalu sok sibuk untuk memilih
aktivitas yang lainnya. Nah, sekarang nih imbasnya. Otak rasanya penuh dan berat. Meski sudah berusaha melupakan atau
mengesampingkan pikiran-pikiran tentang sesuatu, nyatanya mereka terus
berdatangan, bahkan saya tak bisa menolaknya. Mereka tertimbun dan rasanya
ingin meledak (DORR!!). Meledak bukan karena emosi, tetapi ruang memori ini
yang sudah terlalu penuh. Dan, mau tak mau saya harus memaksa diri saya sendiri
untuk mengeluarkan isi memori itu: MENULIS!
Pemaksaan
yang baik sih (menurut saya). Sebab, kalau tidak demikian, malas akan selalu
menguasai diri sendiri yang entah kapan bisa hilang: unprediction. Mengapa (harus) menulis? Dengan menulis berarti saya telah membagi. Membagi apa yang saya
pikirkan dan membagi apa yang saya rasakan. Tidak semua harus kita pendam.
Seperti rasa bahagia yang jika kita bagi akan memberikan kebahagiaan yang
berlipat. Pun dengan kesedihan yang dibagi akan meringankan beban pikiran dan
hati (baca: curhat :p). Meski menulis bukan satu-satunya cara untuk membagi
pikiran dan rasa sih, tetapi ini bisa menjadi pilihan yang bisa saya atau kamu
pilih. Alih-alih, kita juga bisa sambil belajar menjadi penulis kan ya.
Mengapa (harus) menulis? Dengan menulis saya juga telah belajar. Menulis (bagi saya) berarti
merefleksikan diri atas pikiran, rasa dan laku kita. Sebelum atau saat menulis
pastinya kita akan mengingat atau flashback
atas hal-hal yang menjadi inspirasi dari tulisan kita. Di proses flashback ini kita tentunya sedang belajar
pada pengalaman dan peristiwa yang kita alami, kita lihat, kita dengar, kita
rasakan dan kita lakukan. Sadar tidak sadar, saat itu kita juga sedang belajar
mengenali diri kita sendiri. Apalagi dalam tahap editing tulisan, atau membaca
tulisan kita sendiri setelah beberapa bulan atau tahun kemudia. Terkadang saya
tidak percaya bahwa saya pernah menulis demikian. Kecuali kalau kamu tidak hobi
membaca ulang tulisanmu sendiri. Yaa, that’s
your choise.
Mengapa (harus) menulis? Dengan menulis saya telah membuat sejarah. Menulis (bagi saya)
adalah merekam dalam bentuk tulisan. Dengan menulis berarti kita telah mengabadikan
segala hal yang ada dalam pikiran dan hati kita. Dan tulisan yang sudah kita
hasilkan, kelak itu akan menjadi bukti atau saksi atas perjalanan hidup kita. Membaca tulisan kita lagi berarti kita membaca sejarah. Itu juga mengapa sejak dulu ada mata pelajaran Sejarah. Ada banyak sumber sejarah yang tertulis yang bisa kita baca saat di bangku sekolah. Mengapa bisa ada tulisan-tulisan itu? Karena ada yang menulis. Para penulis menulis cerita masa lampau untuk tujuan jangka panjang: mengestafetkan cerita sejarah dan pengetahuan masa lampau kepada anak-cucu: generasi muda.
Jadi, masih terus bertanya mengapa (harus)
menulis? Ya karena mengapa kamu tiba-tiba ingin menulis(?). Jawab sendiri saja lah ya. :D
Yogyakarta,
Dwi Ajeng Vye
0 Komentar
Give ur coment