Sepengetahuan saya, bunyi adalah segala sesuatu yang menimbulkan atau menghasilkan suara. Membicarakan tentang bunyi, saya teringat dengan catatan saya ketika dulu pernah membaca buku "setengah isi setengah kosong". Di dalam buku itu dijelaskan oleh penulisnya (saya lupa namanya) bahwa mendengar adalah wujud kepedulian; perhatian, sedangkan berbicara adalah wujud dari berbagi; memberi. Saya menangkapnya dan menggunakannya sebagai ukuran dalam kehidupan pribadi saya, hasilnya adalah memang ada ketepatan. Tepat atas pendapat penulis dalam kehidupan nyata.
Saya sangat suka mendengar, misal: musik. Kesukaan saya terhadap bunyi; yang saya dengarkan; adalah dimulai pada saat masih Sekolah Dasar. Dulu, setiap hari kakek saya sering memperdengarkan radio kuno dan mau tak mau saya pun harus mendengarkan dan menikmatinya karena posisinya suara radio itu terdengar ke telinga saya. Masih sangat ingat dulu ketika tengah malam, yang didengarkan oleh kakek adalah acara wayang. Saat itu saya kurang bahkan tak tahu tentang wayang, jadi saya mendengarnya sebagai (seperti) angin. Berlalu tanpa bekas.
Kesenangan yang berakhir menjadi hobi terhadap aktivitas dengar adalah saat saya menginjak Sekolah Menengah Pertama. Saat itu, saya sangat sering mendengarkan radio, bahkan setiap hari. Mungkin kebiasaan mendengar radio itulah yang akhirnya memengaruhi saya sehingga saya lebih suka mendengar. Bagi saya, semua orang bisa menjadi pendengar, tetapi tidak semua orang bisa menjadi pendengar yang baik. Baik dalam menangkap, memahami, bersikap dan mengharhai orang yang sedang mendengar. Dulu dan bahkan hingga sekarang, saya kurang sepaham dengan sikon dimana saat ada orang yang berbicara tetapi lainnya justru malah sibuk berbicara. Tidak ada perhatian dan penghargaan kepada orang yang sedang berbicara.
Saya tidak menyukainya karena saya sendiri juga pernah bahkan sering mengalaminya. Berbicara tanpa didengar dengan baik. Hal itu juga yang selanjutnya menjadikan saya untuk terus belajar dan berlatih menjadi pendengar yang baik. Bagaimana menghargai seseorang yang sedang berbicara kepada saya. Dan, pada akhirnya saya sangat menikmati untuk menjadi seorang pendengar.
Mendengar dan mendengar. Meski perlu juga saya berbicara, tetapi saya juga perlu membaca situasi dan kondisi. Ada saat dimana saya harus berbicara, ada saatnya saya juga harus menjadi pendengar. Mau memberi (berbicara) berarti seyogyanya juga mau menerima (mendengar) agar imbang. Meski begitu, menjadi orang yang berbicara dan mendengar tak hanya sesuka hati dan sesuai ego, tetapi juga perlu untuk dipelajari. Saya pun juga masih terus belajar untuk bagaimana bisa melakukan kedua hal itu dengan baik; dengan menghidupkan rasa dan hati atas bunyi. Demikianlah, bunyi mengajari dan membuat saya untuk terus belajar dan berlatih menjadi seorang pendengar yang baik, bagi diri sendiri sekalipun. Sekian.

 -Catatan ini terisnpirasi dari kegiatan pelatihan bunyi di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, Yogyakarta-



Yogyakarta,
-Dwi Ajeng Vye-

0 Komentar