(Photo: edited by dwiajengvye)


Membuka dokumentasi perjalanan ini kembali mengingatkan saya pada sebuah kegiatan berproses. Entah bagaimananapun hasil yang kita capai, (bagi saya) sebuah proses adalah hal yang selalu terindukan manakala semuanya telah berlalu. –Dwi Ajeng Vye, 2014–
Bagi saya berproses itu bertumbuh. Tak ada proses berarti tak ada yang tumbuh. Bagaimana sebuah proses selalu diisi dengan berbagai macam ilmu, pengalaman (mengecewakan, membuat marah, menyenangkan, semua menjadi satu), dan juga tantangan. Masih ingat dengan bagaimana saya dan tim produksi –saat berproses dulu– benar-benar dimarahi dan dicaci-maki karena memainkan komposisi gamelan dengan semrawut. Klontheng sana, klontheng sini, tak seperti yang dirangkai oleh composer. Apalagi jika datangnya terlambat hingga jam latihan menjadi molor dan sudah mendekati hari-H, marah dan caci-makiannya semakin kompleks.
Ya, dalam hati awalnya pasti ada rasa kesal karena terus kena marah dan caci-maki. Namun, lagi-lagi itu lah sebuah proses. Bagaimana saya bisa tumbuh dengan kualitas yang lebih baik tanpa diproses; dimarahi dan dimaki-maki. Juga karena bermain gamelan adalah tentang menyatukan rasa bersama, jadi berapapun yang salah dalam bermain, ya semua anggota tim tetap salah semua. Tidak ada yang lebih baik atau lebih unggul karena kami satu tim; satu paket. Mungkin juga ini lah yang juga menjadi kekuatan atau kelebihan dari permainan alat musik gamelan atau musik lain (misal orkestra) yaitu dapat menjadi alat untuk mempersatukan masyarakat.
Kembali ke topik awal. Saat titik puncak alias pementasan sudah berlangsung dan usai, proses-proses latihan itulah yang selanjutnya menjadi hal yang sangat saya rindukan. Ya karena tak ada yang memarahi dan mencaci saya lagi.Hehe. Bisa jadi ini nberkaitan dengan kesimpulan saya beberapa waktu lalu saat saya mengikuti Kelas Inspirasi Tulungagung #2; bahwa moment yang ingin segera dilalui bisa jadi adalah moment yang benar-benar harus lebih dinikmati. Semakin kita ingin segera melalui sebuah moment, semakin kita harus lebih menikmati tiap detik moment proses melaluinya. -Dwi Ajeng Vye, 2014-



Yogyakarta,
-Dwi Ajeng Vye-

1 Komentar

  1. Diakui atau tidak, sadar atau tidak, setelah berkegiatan di Komunitas Suling Bambu Nusantara, dokumentasi mbak Ajeng jadi lebih rapi dan tertib serta ada caption yg rapi di tiap2 foto event dan momentnta. Jadi?

    BalasHapus

Give ur coment