Seumur hidup kita pasti ada banyak hal yang membuat kita senang, bahagia, sedih, semangat, gentar, dan sebagainya. Ada saat dimana kita berada pada situasi sangat bahagia hingga kita lupa untuk menjaga rasa syukur hingga hati melambung tinggi. Bagi saya, selain sesuatu yang pahit, kebahagiaan itu juga sebuah ujian. Ujian yang menguji seberapa mampu kita mengolah rasa kita dan menjaga kerendahan hatu kita dalam tiap rasa syukur. Seperti kata orang bijak: yang terlalu itu tidak baik. Ya seperti halnya ketika kita bahagia, maka bahagialah secara wajar. Begitu juga ketika sedih, pahit, atau kecewa. Yakinlah semua yang datang dan terjadi pada kita pasti ada maksud atau alasan Tuhan membuat itu.
Pengalaman saya mengarungi hidup dari kecil hingga sekarang membuat saya harus terus bergerak dan berjuang untuk menjadikan saya dan jiwa saya menjadi lebih baik. Pengalaman-pengalaman pahit: diremehkan orang, dikecewakan, dihianati, didustai, dan lainnya, bagi saya itu adalah vitamin, cambuk, atau apalah yang selalu mendorong saya untuk bangkit, melanjutkan hidup, dan mewujudkan mimpi-mimpi saya.
Pernah suatu tahun di mana saya diremehkan oleh seseorang tepatnya orangtua dari teman dekat saya karena kondisi keluarga dan status keluarga saya yang bisa disebut broken home. Saya tak tahu bagaimana orang melihat kondisi seperti itu, apakah selalu dipandang negatif atau harus dihindari karena akan menurunkan status sosial. Hingga suatu hari saya harus mengakhiri hubungan saya dengan putranya. Saat itu saya berpikir dan bertanya: mengapa??
Awalnya memang hanya pasrah atas penilaian orang tersebut terhadap status saya dan keluarga saya. Sempat down, pasti. Tetapi suatu hari Tuhan memberikan pencerahan kepada saya dan jiwa saya bahwa saya harus bangkit dan berjuang. Bagi saya semua yang ada dalam hidup itu seperti pakaian, raga, dan embel-embel yang hanya dalam jasmani. Bagi saya hatilah yang menempati posisi lebih tinggi daripada jasmani dan raga yang bisa musnah ketika kita mati. Saya meneguhkan diri dan hati bahwa saya harus menjadi lebih baik dari mereka, dari orang-orang yang sudah meremehkan saya, menyakiti saya, menghianati dan sebagainya, dan saya sangat pantas untuk dihargai. Saya terus menyemangati diri saya sendiri. Hingga suatu saat saya hijrah ke Jogja untuk melanjutkan studi. Entah apa yang ada di pikiran mereka ketika suatu hari saya bertemu mereka dan tahu saya juga bisa melanjutkan studi di perguruan tinggi seperti mereka.
Masih banyak pengalaman-pengalaman pahit lainnya. Mungkin kamu juga pernah mengalami pengalaman seperti itu atau lainnya.
Yang jelas, bagi saya, kita semua berhak untuk dihargai. Dan sejujurnya saya juga kurang setuju dengan adanya penyebutan atau pengkotak-kotakan status sosial seperti yang terjadi di sekitar kita. Semua orang posisinya sama, dan hatinya lah yang menurut saya yang membedakan kita semua.
Terkadang saya geli ketika saya dulu suka menonton acara-acara motivasi. Karena bagi saya, yang sebenarnya memotivasi kita adalah diri kita sendiri. Apapun yang terjadi atau kuta temui, kita sendirilah yang mengolah rasa itu hingga akhirnya kita bisa menjadi termotivasi dan bangkit. Namun, saya kira masing-masing orang pubya cara sendiri bagaimana memotivasi dirinya sendiri, sehingga pendapat saya ini bukan sesuatu yang mutlak benar atau salah.
Sekali lagi, ujian itu bisa menjadi motivasi yang dalam maksud bahasan saya adalah motivasi positif.
Apapun ujian yang kita hadapi, itu mampu menjadi motivasi kita untuk menjadi lebih baik jika kita mau menjadikannya motivasi positif. Ya, hidup terlalu sia-sia jika hanya kita isi dengan kesedihan atau peratapan sakit hati. Maka saya justru sangat berterima kasih kepada orang-orang yang sudah pernah menyakiti saya, mengecewakan, menghianati dan lainnya yang negatif. Karena mereka, saya menjadi lebih kuat dan mendapat banyak hal, pelajaran yang bisa saya pilah-pilih untuk saya jadikan pegangan hidup untuk menjadi lebih baik. Mungkin dulu atau sekarang, saya disakiti atau dikecewakan, tetapi pastilah suatu saat mereka menyesali perlakuannya kepada saya.
We are meaningful.


Yogyakarta,
-dwiajengvye-

0 Komentar