Semakin rajin menjahit, saya menjadi teringat dengan Ibu kos Srikandi. Salah satu Ibu yang memberikan banyak pelajaran hidup selama saya kos sewaktu SMA. Jadi Ibu kos memiliki sebuah mesin jahit. Dulu awalnya saya iseng-iseng melihat kakak kelas aka Mbak kos saya yang sedang belajar menjahit. Lama-lama saya pun ikut penasaran dan ingin belajar menjahit. Lalu saya meminta izin kepada Ibu kos untuk meminjam dan meminta untuk diajari menjahit memakai mesin.
Sejak itulah saya hampir setiap hari pada hari-hari pertama belajar menjahit sangat semangat. Saya mencoba menjahit potongan-potongan kain sebagai praktik dasar, dan hasilnya sangat ruwet alias gagal. Karena dasarnya keras kepala, saya pun tak mau menyerah dan terus melanjutkan belajar menjahit memakai mesin jahit. Setelah beberapa minggu ketrampilan menjahit sudah agak lumayan, saya mencoba mengecilkan baju-baju saya yang kebesaran. Lalu mencoba menawarkan ke teman-teman kos untuk membantu menjahitkan pakaiannya. Hitung-hitung juga sebagai praktik percobaan saya. :D
Pernah pada suatu hari saya mencoba membongkar seragam sekolah saya yang sangat kebesaran untuk mengecilkannya. Awalnya sempat ragu dan takut jika saya tidak bisa mengembalikan ke bentuk semula. Namun, saya meyakinkan diri dan mengikhlaskan seragam itu untuk percobaan ketrampilan menjahit saya agar tidak ada kekecewaan jikalau saya tidak berhasil. Lalu saya kembali melanjutkan permbongkaran. Saat itu pembongkaran saya lakukan di meja belajar kos, lalu muncullah Ibu kos dan melihat ulah saya. Karena Ibu kos tahu bahwa saya masih tahap belajar menjahit, beliau pun  semacam meragukan saya dengan menakuti bagaimana jadinya jika nanti saya tidak bisa mengembalikan ke bentuk semula. Ah, saya pikir tidak ada salahnya saya coba-coba, toh saya sudah mengikhlaskan seragam itu untuk bahan percobaan menjahit. Akhirnya sedikit demi sedikit saya mencoba menjahit seragam itu. Dan………..----nmznsadhqw0oeuwieyui---- seragam pun bisa jadi kembali dengan ukuran yang lebih kecil. Yaa, meskipun hasilnya tak sebagus ahli jahit, tapi saya senang bisa menaklukkan ketakutan saya sendiri. Sejak saat itu lah saya menjadi semakin sering jahit-menjahit dengan mesin milik Ibu kos.
Namun, sayangnya, semenjak kelulusan saya dari SMA dan hijrah ke Jogja, saya tidak lagi menyentuh mesin jahit itu lagi. Entah apakah sekarang saya masih mengingat cara menjahit, cara memasang benang dan jarum, dan lainnya. Ada semacam kerinduan yang melanda, tapi tidak mungkin juga selamanya saya akan tetap berada di sana dan memakai mesin jahit itu. Semoga saja saya masih ingat dan kelak bisa mewujudkan kesempatan untuk menjahit dengan mesin lagi untuk mengobati rindu ini, entah dengan menggunakan milik siapa, atau malah dengan menggunakan milik saya sendiri. Amien. :D


Yogyakarta,
-dwiajengvye-

0 Komentar