Hari Belajar Menjahit
Dari sekian
banyak teman perempuan yang saya temui, rata-rataberpendapat hal yang sama bahwa
ketrampilan menjahit oleh kaum perempuan itu “keren”. Entah keren dari sisi
kerumitan menjahit yang tidak semua perempuan bisa melakukannya dan membutuhkan
ketelatenan serta kesabaran ekstra, dari
sisi feminitasnya, atau karena apa
(?). Terkadang malah saya yang
bingung mengapa saya merasa biasa saja ketika mereka berpendapat seperti itu.
Mungkin karena sudah terbiasa dengan jahit-menjahit atau kurang memaknai lebih dalam terhadap esensi
atau nilai dari ketrampilan menjahit bagi seorang perempuan. Namun, setelah mengalami
berbagai pengalaman peristiwa atau kejadian yang saya hadapi, akhirnya saya pun
berpendapat tentang hal yang sama seperti teman-teman perempuan saya. Bisa jadi
ketrampilan menjahit atau ketrampilan positif lain yang dimiliki perempuan menjadikan kaum
perempuan merasa mendapatkan "nilai tambah", entah dari kacamata perempuan
maupun laki-laki. Dan ini adalah salah satu dari pengalaman peristiwa itu.
Jadi, beberapa
waktu lalu seorang sahabat mengirim pesan singkat kepada saya. Antara kaget,
senang dan penasaran tingkat tinggi ketika ia mengatakan bahwa ia mau belajar
menjahit flanel. Kaget, karena sebelumnya (menurut saya) ia tidak tertarik
dengan hal-hal menjahit. Senang, karena akhirnya sahabat saya mau belajar
menjahit dan saya dimintai tolong untuk mengajarinya menjahit. Penasaran, tentang mengapa tiba-tiba ia mau belajar menjahit (?).
Setelah
menyelesaikan beberapa tugas dalam kesibukan, akhirnya saya pun meluangkan
waktu untuk belajar menjahit bersama sahabat saya. Alat dan bahan menjahit
flanel sudah siap dan sahabat saya pun datang. Kami bertemu dan berjibun
pertanyaan dari saya kepadanya pun keluar. Meskipun jawabannya tidak langsung dan kurang
mendetail, tetapi saya bisa mengetahui hal yang sebenarnya terjadi padanya.
Lagi-lagi tentang seperti yang dikatakan oleh teman-teman perempuan saya yang
lain, bahwa karena ketrampilan menjahit itu “keren”, juga karena urusan “asmara”. Bisa jadi juga
ketrampilan menjahit menjadi salah satu modal untuk menjadi seorang istri dan Ibu rumah
tangga kelak.
(Photo by: dwiajengvye, 2013) |
Karena saya mati gaya akhirnya saya menemani ia menjahit dengan ikut membuat kantong HP juga. Membuat kantong HP, jadi ingat tentang kantong HP monyet hasil karya saya beberapa bulan yang lalu yang sempat hilang ketika mengisi event gamelan performance di Balairung UGM. Itu adalah kantong HP yang dibuat dengan kerja keras dan penuh rasa senang, tetapi ternyata belum menjadi rezeki untuk memiliki dan memakainya karena kecerobohan saya sendiri. Ya sudah, rasa kecewanya sudah sejak lama saya lupakan dan menjadi lebih sangat terobati pada siang itu dengan cara membuat kantong HP lagi dan ditemani sahabat saya. Siang itu saya membuat sama seperti kantong HP monyet milik saya yang hilang itu, tetapi yang ini warna terbalik. Jika dulu dominan warna coklat tua, sekarang memakai warna coklat muda karena warna coklat tuanya sudah habis dan belum beli lagi.
(Photo by: dwiajengvye, 2013) |
(Photo by: dwiajengvye, 2013) |
(Photo by: dwiajengvye, 2013) |
Depalan, sembilan, sepuluh, … kami pun sibuk dengan prakarya kami masing-masing. Sebelas, duabelas, tigabelas, … kamar saya mendadak seperti kapal pecah, tetapi tetap menyenangkan dan kami sama-sama asyik sibuk menikmati kegiatan menjahit. Tiba-tiba jadi membayangkan kami sedang berada di sebuah tempat pelatihan ketrampilan yang isinya ibu-ibu atau perempuan muda, juga anak-anak perempuan. Hmm, sepertinya lebih sangat menyenangkan jika suatu saat bayangan itu terwujud secara nyata, dan sepertinya ruangannya juga akan menjadi lebih dari kapal pecah. :D
Empatbelas,
limabelas, enambelas, … akhirnya kantong HP kami sudah jadi (sayangnya belum sempat difoto), dan saya senang. Senang karena sahabat saya dan saya berhasil membuat prakarya kantong HP, senang karena
sahabat saya bisa mewujudkan rasa inspirasinya, senang karena ketrampilan
menjahit saya bisa bermanfaat untuknya, senang karena sahabat saya senang sudah mulai
bisa menjahit dan semoga ia semakin ahli dalam menjahit. Saya pun semakin yakin
bahwa ketrampilan menjahit itu mampu menjadi “poin plus” untuk seorang
perempuan. Meskipun hanya menjahit memakai tangan, tapi esensi atau nilai-nilai
budi pekerti dari kegiatan menjahit itu sendiri yang menjadikan perempuan menjadi perempuan yang sebenarnya.
Tidak hanya itu.
Ada pelajaran
lain yang bisa diambil dan kami pelajari dari kegiatan belajar menjahit kami ini,
bahwa bakat manusia itu tidak hanya dimiliki karena pengaruh keturunan atau bakat sejak lahir/sejak penciptaannya, tetapi
juga karena dilatih dan dibiasakan. Seperti kata seorang Pendidik Musik
Nusantara, Agus 'Patub' BN., bahwa "setiap bakat atau minat, jika tidak
disediakan waktu khusus untuk menggalinya, ia akan tetap menjadi potensi
terpendam". Siapapun kita, yang tidak atau belum berbakat menjahit atau bakat lainnya, masih
memiliki banyak kemungkinan peluang untuk menjadi berbakat bahkan menjadi ahli jika mau membiasakan berlatih dengan berbuat secara
nyata dan tentunya juga dengan tekad yang kuat, seperti sahabat saya ini.
Seperti itu lah kegiatan kami pada siang itu. Semoga bermanfaat. Teruntuk sahabat saya: lanjutkan Sayang, kamu pasti bisa. Semangat! :)
Seperti itu lah kegiatan kami pada siang itu. Semoga bermanfaat. Teruntuk sahabat saya: lanjutkan Sayang, kamu pasti bisa. Semangat! :)
Yogyakarta,
-dwiajengvye-
0 Komentar
Give ur coment