Kenangan(s) di Bulan Ramadhan
Bulan Ramadhan bagiku adalah bulan yang
menyenangkan, semenyenangkan bulan-bulan lain sepanjang tahun. Menyenangkan
karena banyak hal yang hanya dilakukan dan ada selama bulan Ramadhan. Meskipun
puasa adalah praktik menahan dan memanage hawa nafsu, tetapi nafsu untuk
berkegiatan dengan bebas berekspresi tak juga dilarang kok. Ada beberapa kegiatan yang pernah kualami di
bulan Ramadhan sepanjang aku hidup yang hingga sekarang masih kukenang karena
memang menyenangkan dan mungkin juga hanya kulakukan sekali sepanjang 22 tahun.
(Semacam)
Mercon Manual
Siapa yang tidak atau belum tahu mercon?
semacam (seperti) bom, berbahan … entahlah apa nama bahannya, yang jelas aku
pernah melihat dan memegangnya, warnanya abu-abu, berbentuk serbuk, dan baunya
khas. Aku mengetahuinya karena sewaktu kecil aku juga suka membelinya di warung
dekat rumahku. Kumainkan, kunyalakan, dan kunikmati letusan-letusannya. Saat
itu rasanya sudah w.o.w. sekali karena aku masih kecil, masih SD, usia-usia
penuh rasa penasaran dengan hal-hal baru. Apalagi aku anak perempuan, karena
kebanyakan dan hampir semua yang bermain mercon adalah laki-laki. Aku tidak tomboy sih, tetapi memang sejak
kecil aku suka bermain sesuatu yang juga banyak dimainkan oleh anak laki-laki.
Berbicara tentang mercon, dulu aku pernah
mencoba membuat mercon manual. Manual karena bahan-bahannya membuat sendiri,
kecuali “karbit”. “Karbit” itu semacam bahan yang berbentuk seperti batu. Di
kampungku, “karbit” seringnya digunakan sebagai bahan untuk mematangkan buah
pisang. Jadi belinya berbentuk bongkahan kecil-kecil.
Untuk membuat mercon manual, tidak
diperlukan uang yang banyak. Bahannya pun bisa menggunakan bahan bekas atau
bambu. Jika serius niat membuat mercon manual sih biasanya anak atau orang
laki-laki memakai bambu, tetapi jika tidak, ya memakai bekas wadah lotion atau
bedak. Jadi, bekas wadah lotion itu dihilangkan tutupnya. Hanya ada satu lubang
di bagian atas wadah. Setelah itu, bagian depan agak bawah, diberi lubang. Bisa
juga lubangnya berbentuk kotak, atau ya sesuka kita saja mau berbentuk apa. Lubangnya
agak lebar, kira-kira lebarnya 1 cm, jadi bekas wadah lotionnya yang agak besar
agar lubangnya imbang.
Setelah berhasil dibuat lubang, kita
pecahkan “karbit” yang sudah terbeli. Biasanya sih sebesar garam kasar agak
besar sedikit. Jangan sampai karbitnya hancur menjadi lembut, karena hasil
letusannya berbeda, kurang keren. Jika sudah terpecah siap dipakai. Nah,
masukkan air putih sedikit saja ke dalam bekas wadah yang sudah terlubangi.
Diletakkan agak miring, jadi posisinya mirip alat pengebom yang ada di kerajaan
atau monumen sejarah itu.
Setelah itu, masukkan satu pecahan “karbit”
tadi ke dalam bekas wadah berisi air
melalui lubang. “Karbit” tadi selanjutnya akan pecah dan mendidih. Mirip batu
kapur yang dimasukkan ke air, pasti menjadi didihan yang jika disentuh terasa
paas atau hanta. Didihan karbit tadi dibiarkan hingga semua karbit mendidih dan
hancur semua. Memakai feeling. Jika
sudah, mercon siap dinyalakan. Ambil batang kayu kecil atau bisa juga lidi,
dibakar ujungnya hingga menyala, lalu masukkan ujung apinya ke dalam lubang
bekas wadah tadi, dan … “Dor!!!”. Berhasil! Hahaha :D
Ronda
Sahur Keliling
Di kampungku, ronda sahur keliling dilakukan
oleh anak atau orang laki-laki. Sewaktu aku kecil sih masih memakai kentongan yang terbuat dari bambu,
jurigen (tempat air atau minyak) yang ukurannya besar dan lempengan besi.
Namun, semakin lama peralatan ronda pun semakin berkembang. Ada juga sekarang yang hanya menyalakan musik
atau lagu-lagu memakai soundsystem di
gerobak, lalu mereka menjalankan gerobaknya dan berjalan keliling, seperti itu.
Entahlah, mungkin masyarakat semakin kreatif. Tetapi rasanya tetap berbeda,
masih khas yang memakai kentongan,
jurigen dan lempengan besi.
Hal
yang sangat lumrah terjadi ketika ronda sahur keliling adalah tawuran. Maklum,
peronda sahurnya laki-laki, mungkin mereka sama-sama temperamen tinggi atau
kenapa. Tetapi memang sejak dulu aku maasih kecil, sangat sering terjadi
tawuran ketika ada ronda sahur. Jadi, di desaku ada beberapa dusun.
Masing-masing dusun terebut membuat kelompok ronda sahur sendiri-sendiri. Ada yang dulu pernah
dibawa ke kantor polisi gara-gara tawuran ronda sahur. Hish…niat banget
tawurannya. Kalau aku sih mending tidur saja.
Nah,
meskipun yang ronda sahur adalah laki-laki, tetapi aku pernah merasakan ronda
sahur keliling. Jadi, dulu sewaktu aku SD, jika tidak lupa aku masih kelas III,
aku, teman dan guruku melaksanakan buka bersama di sekolah. Niatnya memang
tidak menginap di sekolah, tetapi ada beberapa teman dan satu guru yang masih
bertahan di sekolah, akhirnya bersepakat untuk tidur di sekolah. Sekitar pukul
02.30 WIB kami beronda sahur keliling. Tidak jauh, hanya melewati jalan-jala
kampong dekat sekolah. Yah, meskipun tidak seramai rondanya laki-laki kampong,
setidaknya aku sudah pernah merasakan langsung beronda sahur keliling.
Pondok
Ramadhan “Pesantren Kilat”
Seumur-umur,
jika diminta untuk memilih, sepertinya aku tidak akan pernah memilih untuk
tinggal dan belajar di pondok pesantren. Tetapi yang ini bukan pilihan, tetapi
tuntutan. Ya, dulu sewaktu aku SMA, kelas X, kami diwajibkan untuk mengikuti
kegitan Pondok Ramadhan di Pondok Pesantren. Jika tidak salah di daerah
Ponggok, aku agak lupa karena sudah sangat lama, sekitar 6 (enam) tahun yang
lalu. Itu adalah pengalaman pertamaku tinggal dan merasakan langsung kehidupan
di Pondok Pesantren. Dulu sih pernah juga sewaktu SMP mengikuti kegiatan Pondok
Ramadhan di Pondok Pesantren, tetapi tidak menginap dan hanya masuk ke dalam
masjidnya saja. Pondok Ramadhan di SMA, jika tidak salah, kegiatannya berlangsung
selama 3 (tiga) hari, jadi karena itu lah kegiatannya disebut “Pesantren
Kilat”, menjadi seorang santri kilat, hanya 3 (tiga) hari. Kegiatannya pun full
dari pagi hingga malam, persis seperti anak santri pondok tulen.
Bisa
dibayangkan bagaimana jadinya kalau aku tinggal lama di Pondok Pesantren. Tiga
hari saja, itu sudah perjuangan. Mulai antri mandi yang sangat panjang karena
banyak teman, antri mengambil makan dan minum, belajar dan mengaji penuh, tiap
hari hanya berada di dalam lingkungan Pondok Pesantren. Hmm, pasti sangat
membosankan. Namun, meskipun begitu, masih ada hal yang bisa kuambil untuk
nikmati ketika berada di sana,
yaitu kebersamaan. Iya, selama tiga hari aku tinggal bersama teman-temanku.
Meskipun saat itu belum teman dekatku belum banyak, setidaknya aku merasakan
kebersamaan.
Nah,
itu lah 3 (tiga) dari banyak pengalamanku selama 22 kali Ramadhan yang pernah
kulalui. Bagaimana dengan pengalamanmu? pasti juga seru dan menyenangkan. :)
Blitar,
-Dwi Ajeng Vye-
0 Komentar
Give ur coment