Mimpi menjadi Guru
Dulu sewaktu aku masih kecil, aku tidak tahu bercita-cita jelas ingin menjadi apa dan siapa. Lingkungan yang berada di desa dengan pengetahuan yang terbatas, aku pun berpikir ingin menjadi guru. Mungkin karena pengaruh lingkungan yang notabene sepengetahuan orang-orang di sekitarku kebanyakan profesi adalah guru, sehingga aku bercita-cita menjadi guru. Dengan bercita-cita menjadi guru, aku tidak lantas menjadi berobsesi dan berambisi, tetapi justru sangat santai, seperti tidak jelas dan tidak terarah.
Ketika masih duduk di Sekolah Dasar (SD), yang pada waktu itu aku sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (MI), aku berkeinginan melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (Mts), beda kecamatan dengan rumahku. Entah aku hanya ikut-ikutan dengan teman-teman bermainku atau karena pengaruh lingkungan keluarga dan orang-orang di sekitarku yang lebih banyak mengenyam pendidikan atau belajar lebih ke arah agama Islam.
Mungkin juga pengaruh lingkungan di sekolah, yang sejak TK hingga MI aku lebih belajar ilmu agama daripada ilmu umum. Dulu ketika masih MI aku sangat suka dengan pelajaran hafalan. Kenangan yang masih kuingat, dulu ada pelajaran Bahasa Arab dan Alqur’an. Pada masing-masing pelajaran, selalu ada tugas menghafal. Masing-masing siswa diminta maju dan berdiri di samping guru, menghadap ke teman-teman kelas, lalu melafalkan hafalan. Hafalannya pun bebas, tetapi seringnya ditentukan minimal berapa kata atau kalimat. Semakin banyak hafalan yang dikuasai, nilai dari guru pun semakin baik. Oleh karena itu, aku selalu semangat menghafal dan aku pun selalu yakin aku bisa banyak menghafal, dan hasilnya pun memang sangat memuaskan.
Dengan begitu, lama-lama aku pun suka dengan pelajaran Bahasa Arab. Semakin aku mneyukaiya, bagiku semuanya menjadi sangat mudah. Aku masih ingat ketika Ujian Nasional Bahasa Arab aku mendapat nilai 98, nilai yang bagiku wow. Jaman dahulu belum ada mencontek atau kecurangan lainnya. Ya bermodal menghafal itu tadi, efeknya jadi lebih banyak menguasai kosa kata Bahasa Arab, sehingga menjadi lebih mudah dalam mengerjakan soal ujian.
Mungkin rasa sukaku dengan Bahasa Arab itu juga yang membuatku ingin melanjutkan ke Tsanawiyah. Pikirku, di Mts aku akan bertemu lagi dengan pelajaran Bahasa Arab, setidaknya aku sudah memiliki modal dari MI. Jika pun pada suatu saat aku masih bermimpi menjadi guru, aku memiliki cukup modal untuk menjadi guru Bahasa Arab. Namun, pada saat kelulusan dan mulai pembukaan Penerimaan Siswa Baru (PSB) SD/Mts, aku berubah pikiran. Aku menjadi ingin lanjut ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang ada di kecamatanku. Aku masih ingat, dari banyaknya teman angkatanku di MI, hanya 4 anak yang mendaftar di SMPN 1 Kanigoro. Lanjut cerita, aku akhirnya daftar di SMP bersama mereka dan alhamdulillah diterima.

Mimpi bisa bermain gitar
Aku tipe orang yang sangat berambisius ketika memiliki keinginan, entah bagaimanapun caranya. Ketika orang lain tidak bersedia membantuku atau tidak menyetujui keinginanku, aku tetap berusaha mendapatkan keinginanku dengan usaha dan tenagaku sendiri. Entah itu berbahaya atau tidak, aku selalu berpikir aku yakin bisa mewujudkannya dan siap menghadapi resiko yang akan muncul. Sekali gagal, coba lagi, gagal, coba lagi, dan seterusnya. Memang sangat keras kepala, dan orang-orang di sekitarku juga mengakui itu.
Awal masuk SMP dan menjadi siswa baru, aku sering bermain ke rumah tetanggaku yang juga masih keluargaku, perempuan. Ia juga satu SMP denganku tetapi ia 2 tahun di atasku. Aku sering bertanya dan meminta kepadanya untuk berbagi cerita tentang bersekolah di SMP. Ia berkata bahwa sekolah di sana harus bisa menguasai alat musik, karena nanti saat kelas IX akan ada Ujian Praktik Seni Musik. Masing-masing siwa harus menguasai minimal satu jenis alat musik. Ia menguasai alat musik gitar, dan sejak saat itu lah aku berambisi untuk bisa bermain gitar. Hampir tiap hari aku main ke rumahnya untuk belajar gitar. Beruntungnya, tetangga-tetanggaku selain dia juga ada yang bisa bermain gitar, jadi yang mengajariku banyak dan bergantian.
Pertama kali belajar gitar memang susah, jari-jari tangan bisa bengkak dan sakit karena belum terbiasa. Namun, aku tetap yakin bahwa aku pasti bisa bermain gitar. Keyakinan itu pun menjadi kekuatan untukku, dan akhirnya ku pun bisa bermain gitar. Awalnya ya masih macet-macet, tetapi lama-lama menjadi lumayan sedikit demi sedikit, masih menyesuaikan lah. Hal yang menjadi kenangan masa itu adalah aku merasakan nge-band. Meskipun masih belum lancar, tetapi  setidaknya aku sudah pernah merasakannya. :D
Jika tidak salah aku pertama kali menyentuh gitar listrik itu kelas VII. Aku nge-band di sekolah bersama teman-temanku, laki-laki dan perempuan. Dulu aku penasaran dengan rasanya nge-band, dan akhirnya terwujud. Sayangnya saat itu aku bermain gitar belum selancar sekarang dan mencari kord lagu pun masih cukup susah karena hanya bisa mencari lewat buku majalah kord lagu. Jadi nge-bandnya pun masih terbatas. Oleh karena itu juga, dulu aku sempat berhobi membeli majalah kord lagu per-minggu, sesuai uang saku yang ada.
Dengan aku bisa bermain gitar, ada banyak kenangan yang kudapatkan. Jadi, ketika aku kelas VII, ada kakak kelasku yang sedang PDKT denganku. Di sekolah, di perpustakaan, ia menawariku dan mengajakku untuk nge-band. Awalnya sempat bingung, kenapa tiba-tiba mengajakku. Aku memang tidak terlalu kenal dekat dengannya, tetapi aku cukup tahu ia dan teman-teman ganknya dari teman-temanku, bahkan aku sering bertemu mereka di sekolah, sehingga kenal. Mungkin ia tahu aku bisa bermain gitar dari teman-temanku atau teman-teman mereka, atau dari pertunjukan pentas seni yang pada saat itu aku juga ikut nge-band di sekolah.
Pada hari perjanjian, aku berangkat nge-band bersama ia dan teman-teman ganknya. Aku ingat, lagu yang dimainkan ketika aku dan mereka nge-band adalah lagunya… aku lupa nama penyanyinya, yang potongan liriknya bertulis “…Oh senangnya saat kau tembak aku…”. Seketika aku kaget. Awalnya memang tidak tahu tentang maksud mengapa mengajakku nge-band, eh ternyata “modus”. Akhir cerita, kisahku dengan kakak kelasku itu tidak ada hasilnya. Entahlah, menurutku memang saat itu terjadi kesalahpahaman antara aku, ia dan teman-teman ganknya. Jujur saja saat itu aku juga suka, tetapi ya mungkin memang Tuhan tidak mengizinkan, akhirnya berakhir tanpa kejelasan.Hahaha :D

Mimpi bisa bermain Piano
Lain cerita lagi. Kelas VII itu sudah mulai praktik bermain alat musik. Saat itu aku juga belajar bermain recorder atau suling marmer. Entah mengapa, tiba-tiba aku sangat ingin bisa bermain piano. Saat itu sangat jarang orang-orang disekitarku yang bisa bermain piano, akhirnya aku mencari solusi lain. Pada suatu hari aku mengajak temanku untuk bermain ke kota. Aku mencari tempat kursus bermain piano, yang sebelumnya aku pernah lihat papan iklan tentang kursus piano. Karena aku penasaran, aku pergi ke sana. Aku datang ke belakang papan iklan itu. Aku masuk ke sebuah tempat, aku bertanya kepada salah satu orang, jika tidak lupa adalah seorang Bapak. Dan….ternyata aku salah tempat. Tempat yang kudatangi tadi adalah pabrik rokok. Ah, payah sekali aku.Hahaha.
Setelah itu, aku melanjutkan perjalanan. Aku bertanya kepada orang-orang di sekitar jalan itu tentang alamat kursus piano, dan diberitahu alamat dan arah-arahnya. Aku mencari-cari dan akhirnya ketemu. Aku masuk ke rumah kursus piano dan bertanya tentang cara kursus, biaya dan lainnya. Biaya kursus piano jika tidak lupa adalah Rp50.000 per-minggu. Satu minggu ada dua kali pertemuan. Pianonya disediakan oleh pengajar kursus, dan kursusunya di rumah milik pengajar kursus. Aku berpikir keras. Uang Rp50.000 di jaman aku kelas VII sudah lumayan banyak dan mahal. Lebih banyak dari biaya SPP sekolahku per-bulan.
Akhirnya aku pupus, menyimpan mimpiku untuk bisa bermain piano, bahkan hingga aku kuliah pun aku belum juga mewujudkan mimpiku itu. Hanya bisa sangat senang ketika melihat ada orang yang sedang bermain piano dengan bagus. Rasanya seperti nge-fans sama orang yang bisa bermain piano. Dulu kelas VIII, adalah pertama kalinya aku punya pacar. Ia kakak kelasku tetapi beda sekolah, ia di kota. Ia bisa bermain piano, lumayan bagus untuk ukuran anak SMA. Sayangnya kami sudah putus, dan aku baru sadar bahwa teryata ia bisa bermain piano, padahal ketika aku sudah kuliah sampai sekarang nge-fans sekali sama orang yang bisa bermain piano. Namun, ya sudah, itu kan sudah masa lalu. :D

Mimpi menjadi Sekretaris dan Wanita Karier
Kelas VIII adalah masa dimana aku harus sudah memiliki rancangan tentang lanjutan sekolahku. Sejak kelas VII, aku bermimpi lanjut sekolah ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan mengambil jurussan Sekretaris Perkantoran. Saat itu aku terobsesi dari kakak kelasku, perempuan, yang juga sekolah di SMKN 2 Blitar dan jurusan Sekretaris Perkantoran. Aku mendapat banyak informasi tentng jurusan itu. Aku pun tertarik jika suatu saat bekerja di kantor dan menjadi Sekretaris. Bayanganku, pekerjaan menjadi Sekretaris itu menyenangkan. Menjadi Sekretaris sekaligus menjadi wanita karier, satu paket yang cocok dan selaras, menurutku, apa lagi perempuan. Mungkin sejak kecil rasa emansipasi perempuanku sudah tumbuh. Bayanganku dulu, wanita karier adalah seorang wanita yang mandiri dan kuat. Aku suka mandiri dan kerja keras serta tidak merepotkan orang lain, dan mungkin alasan itu juga yang membuatku bermimpi menjadi wanita karier. Hingga pada kelas VII aku masih bermimpi hal yang sama, melanjutkan sekolah di SMKN 2 Blitar dan menjadi Sekretaris.
Pada saat pengumuman kelulusan, aku mulai bingung. Aku berpikir panjang, jadi lanjut di SMK atau di Sekolah Menengah Atas (SMA). Pertimbanganku juga mengapa sejak dulu bermimpi sekolah di SMK, karena kau tidak pernah memiliki bayangan untuk lanjut kuliah, sehingga ingin lanjut sekolah di SMK. Namun, entah mengapa, saat itu aku mendapat masukan dari keluarga (kakak dari Ibuku) tentang kuliah. Kakak keponakanku memang ada yang sedang menempuh kuliah saat itu, di STAIN Malang. Pertimbangan lagi, jika lanjut di SMA, maka jika bisa diusakan lanjut kuliah, karena tujuan SMA itu adalah lanjut ke Perguruan Tinggi. Nah, aku bingung, karena kuliah butuh banyak biaya.
Pada akhirnya, aku memutuskan uuntuk lanjut di SMA meskipun aku belum punya bayangan akan kuliah atau tidak. Permasalahan lagi, aku belum tahu SMA mana. Saat itu aku ingin lanjut ke SMAN 1 Blitar, di kota, tetapi nilaiku tidak cukup. Sebenarnya sudah cukup lumayan, tetapi karena di Kota, khusus siswa dari sekolah wilayah Kabupaten nilainya di minus atau dikali lebih sedikit daripada nilai siswa dari sekolah wilayah kota, sehingga nilaiku tidak cukup.
Aku dan empat temanku di SMP, bermain-main ke SMA. Saat itu kami main ke SMAN 3 Blitar dan SMAN 2 Blitar (Ponggok). Aku masih ingat setelah main ke sekolah itu, kami mengalami kecelakaan. Dua orang temanku menabrak motorku dari belakang dan jatuh, sedangkan aku dan temanku yang berboncengan denganku alhamdulillah selamat. Singkat cerita, aku pun akhirnya daftar dan diterima di SMAN 1 Talun, yang berada di Kabupaten Blitar. Setelah kupikir, menjadi Sekretaris dan wanita karier tidak harus sekolah di SMK. Aku tidak tahu apakah saat itu mimpiku masih kuat atau berkurang karena aku tidak jadi lanjut ke SMK. Satu yang jelas, aku masih memiliki mimpi itu hingga aku SMA.


Yogyakarta, 14 Mei 2013

2 Komentar

Give ur coment