Mimpi Tak Pernah Berbatas #Part 1
Mimpi menjadi Guru
Dulu
sewaktu aku masih kecil, aku tidak tahu bercita-cita jelas ingin menjadi apa
dan siapa. Lingkungan yang berada di desa dengan pengetahuan yang terbatas, aku
pun berpikir ingin menjadi guru. Mungkin karena pengaruh lingkungan yang notabene
sepengetahuan orang-orang di sekitarku kebanyakan profesi adalah guru, sehingga
aku bercita-cita menjadi guru. Dengan bercita-cita menjadi guru, aku tidak lantas
menjadi berobsesi dan berambisi, tetapi justru sangat santai, seperti tidak
jelas dan tidak terarah.
Ketika
masih duduk di Sekolah Dasar (SD), yang pada waktu itu aku sekolah di
Madrasah Ibtidaiyah (MI), aku berkeinginan melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah
(Mts), beda kecamatan dengan rumahku. Entah aku hanya ikut-ikutan dengan
teman-teman bermainku atau karena pengaruh lingkungan keluarga dan orang-orang
di sekitarku yang lebih banyak mengenyam pendidikan atau belajar lebih ke arah
agama Islam.
Mungkin
juga pengaruh lingkungan di sekolah, yang sejak TK hingga MI aku lebih belajar
ilmu agama daripada ilmu umum. Dulu ketika masih MI aku sangat suka dengan
pelajaran hafalan. Kenangan yang masih kuingat, dulu ada pelajaran Bahasa Arab
dan Alqur’an. Pada masing-masing pelajaran, selalu ada tugas menghafal. Masing-masing
siswa diminta maju dan berdiri di samping guru, menghadap ke teman-teman kelas,
lalu melafalkan hafalan. Hafalannya pun bebas, tetapi seringnya ditentukan
minimal berapa kata atau kalimat. Semakin banyak hafalan yang dikuasai, nilai
dari guru pun semakin baik. Oleh karena itu, aku selalu semangat menghafal dan
aku pun selalu yakin aku bisa banyak menghafal, dan hasilnya pun memang sangat
memuaskan.
Dengan
begitu, lama-lama aku pun suka dengan pelajaran Bahasa Arab. Semakin aku
mneyukaiya, bagiku semuanya menjadi sangat mudah. Aku masih ingat ketika Ujian
Nasional Bahasa Arab aku mendapat nilai 98, nilai yang bagiku wow. Jaman dahulu
belum ada mencontek atau kecurangan lainnya. Ya bermodal menghafal itu tadi,
efeknya jadi lebih banyak menguasai kosa kata Bahasa Arab, sehingga menjadi
lebih mudah dalam mengerjakan soal ujian.
Mungkin
rasa sukaku dengan Bahasa Arab itu juga yang membuatku ingin melanjutkan ke
Tsanawiyah. Pikirku, di Mts aku akan bertemu lagi dengan pelajaran Bahasa Arab,
setidaknya aku sudah memiliki modal dari MI. Jika pun pada suatu saat aku masih
bermimpi menjadi guru, aku memiliki cukup modal untuk menjadi guru Bahasa Arab.
Namun, pada saat kelulusan dan mulai pembukaan Penerimaan Siswa Baru (PSB) SD/Mts,
aku berubah pikiran. Aku menjadi ingin lanjut ke Sekolah Menengah Pertama (SMP)
yang ada di kecamatanku. Aku masih ingat, dari banyaknya teman angkatanku di
MI, hanya 4 anak yang mendaftar di SMPN 1 Kanigoro. Lanjut cerita, aku akhirnya
daftar di SMP bersama mereka dan alhamdulillah
diterima.
Mimpi bisa bermain gitar
Aku
tipe orang yang sangat berambisius ketika memiliki keinginan, entah
bagaimanapun caranya. Ketika orang lain tidak bersedia membantuku atau tidak
menyetujui keinginanku, aku tetap berusaha mendapatkan keinginanku dengan usaha
dan tenagaku sendiri. Entah itu berbahaya atau tidak, aku selalu berpikir aku
yakin bisa mewujudkannya dan siap menghadapi resiko yang akan muncul. Sekali
gagal, coba lagi, gagal, coba lagi, dan seterusnya. Memang sangat keras kepala,
dan orang-orang di sekitarku juga mengakui itu.
Awal
masuk SMP dan menjadi siswa baru, aku sering bermain ke rumah tetanggaku yang
juga masih keluargaku, perempuan. Ia juga satu SMP denganku tetapi ia 2 tahun
di atasku. Aku sering bertanya dan meminta kepadanya untuk berbagi cerita
tentang bersekolah di SMP. Ia berkata bahwa sekolah di sana harus bisa menguasai alat musik, karena
nanti saat kelas IX akan ada Ujian Praktik Seni Musik. Masing-masing siwa harus
menguasai minimal satu jenis alat musik. Ia menguasai alat musik gitar, dan
sejak saat itu lah aku berambisi untuk bisa bermain gitar. Hampir tiap hari aku
main ke rumahnya untuk belajar gitar. Beruntungnya, tetangga-tetanggaku selain
dia juga ada yang bisa bermain gitar, jadi yang mengajariku banyak dan
bergantian.
Pertama
kali belajar gitar memang susah, jari-jari tangan bisa bengkak dan sakit karena
belum terbiasa. Namun, aku tetap yakin bahwa aku pasti bisa bermain gitar.
Keyakinan itu pun menjadi kekuatan untukku, dan akhirnya ku pun bisa bermain
gitar. Awalnya ya masih macet-macet, tetapi lama-lama menjadi lumayan sedikit
demi sedikit, masih menyesuaikan lah. Hal yang menjadi kenangan masa itu adalah
aku merasakan nge-band. Meskipun masih belum lancar, tetapi setidaknya aku sudah pernah merasakannya. :D
Jika
tidak salah aku pertama kali menyentuh gitar listrik itu kelas VII. Aku
nge-band di sekolah bersama teman-temanku, laki-laki dan perempuan. Dulu aku
penasaran dengan rasanya nge-band, dan akhirnya terwujud. Sayangnya saat itu
aku bermain gitar belum selancar sekarang dan mencari kord lagu pun masih cukup
susah karena hanya bisa mencari lewat buku majalah kord lagu. Jadi nge-bandnya
pun masih terbatas. Oleh karena itu juga, dulu aku sempat berhobi membeli
majalah kord lagu per-minggu, sesuai uang saku yang ada.
Dengan
aku bisa bermain gitar, ada banyak kenangan yang kudapatkan. Jadi, ketika aku
kelas VII, ada kakak kelasku yang sedang PDKT denganku. Di sekolah, di
perpustakaan, ia menawariku dan mengajakku untuk nge-band. Awalnya sempat
bingung, kenapa tiba-tiba mengajakku. Aku memang tidak terlalu kenal dekat dengannya,
tetapi aku cukup tahu ia dan teman-teman ganknya
dari teman-temanku, bahkan aku sering bertemu mereka di sekolah, sehingga
kenal. Mungkin ia tahu aku bisa bermain gitar dari teman-temanku atau teman-teman
mereka, atau dari pertunjukan pentas seni yang pada saat itu aku juga ikut
nge-band di sekolah.
Pada
hari perjanjian, aku berangkat nge-band bersama ia dan teman-teman ganknya. Aku ingat, lagu yang dimainkan
ketika aku dan mereka nge-band adalah lagunya… aku lupa nama penyanyinya, yang
potongan liriknya bertulis “…Oh senangnya saat kau tembak aku…”. Seketika aku
kaget. Awalnya memang tidak tahu tentang maksud mengapa mengajakku nge-band, eh
ternyata “modus”. Akhir cerita, kisahku dengan kakak kelasku itu tidak ada
hasilnya. Entahlah, menurutku memang saat itu terjadi kesalahpahaman antara
aku, ia dan teman-teman ganknya. Jujur
saja saat itu aku juga suka, tetapi ya mungkin memang Tuhan tidak mengizinkan,
akhirnya berakhir tanpa kejelasan.Hahaha :D
Mimpi bisa bermain Piano
Lain
cerita lagi. Kelas VII itu sudah mulai praktik bermain alat musik. Saat itu aku
juga belajar bermain recorder atau
suling marmer. Entah mengapa, tiba-tiba aku sangat ingin bisa bermain piano.
Saat itu sangat jarang orang-orang disekitarku yang bisa bermain piano,
akhirnya aku mencari solusi lain. Pada suatu hari aku mengajak temanku untuk
bermain ke kota.
Aku mencari tempat kursus bermain piano, yang sebelumnya aku pernah lihat papan
iklan tentang kursus piano. Karena aku penasaran, aku pergi ke sana. Aku datang ke belakang papan iklan itu.
Aku masuk ke sebuah tempat, aku bertanya kepada salah satu orang, jika tidak
lupa adalah seorang Bapak. Dan….ternyata aku salah tempat. Tempat yang
kudatangi tadi adalah pabrik rokok. Ah, payah sekali aku.Hahaha.
Setelah
itu, aku melanjutkan perjalanan. Aku bertanya kepada orang-orang di sekitar
jalan itu tentang alamat kursus piano, dan diberitahu alamat dan arah-arahnya.
Aku mencari-cari dan akhirnya ketemu. Aku masuk ke rumah kursus piano dan
bertanya tentang cara kursus, biaya dan lainnya. Biaya kursus piano jika tidak
lupa adalah Rp50.000 per-minggu. Satu minggu ada dua kali pertemuan. Pianonya
disediakan oleh pengajar kursus, dan kursusunya di rumah milik pengajar kursus.
Aku berpikir keras. Uang Rp50.000 di jaman aku kelas VII sudah lumayan banyak
dan mahal. Lebih banyak dari biaya SPP sekolahku per-bulan.
Akhirnya
aku pupus, menyimpan mimpiku untuk bisa bermain piano, bahkan hingga aku kuliah
pun aku belum juga mewujudkan mimpiku itu. Hanya bisa sangat senang ketika
melihat ada orang yang sedang bermain piano dengan bagus. Rasanya seperti
nge-fans sama orang yang bisa bermain piano. Dulu kelas VIII, adalah pertama
kalinya aku punya pacar. Ia kakak kelasku tetapi beda sekolah, ia di kota. Ia bisa bermain
piano, lumayan bagus untuk ukuran anak SMA. Sayangnya kami sudah putus, dan aku
baru sadar bahwa teryata ia bisa bermain piano, padahal ketika aku sudah kuliah
sampai sekarang nge-fans sekali sama orang yang bisa bermain piano. Namun, ya sudah,
itu kan sudah
masa lalu. :D
Mimpi menjadi Sekretaris dan Wanita Karier
Kelas
VIII adalah masa dimana aku harus sudah memiliki rancangan tentang lanjutan
sekolahku. Sejak kelas VII, aku bermimpi lanjut sekolah ke Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) dan mengambil jurussan Sekretaris Perkantoran. Saat itu aku
terobsesi dari kakak kelasku, perempuan, yang juga sekolah di SMKN 2 Blitar dan
jurusan Sekretaris Perkantoran. Aku mendapat banyak informasi tentng jurusan
itu. Aku pun tertarik jika suatu saat bekerja di kantor dan menjadi Sekretaris.
Bayanganku, pekerjaan menjadi Sekretaris itu menyenangkan. Menjadi Sekretaris
sekaligus menjadi wanita karier, satu paket yang cocok dan selaras, menurutku,
apa lagi perempuan. Mungkin sejak kecil rasa emansipasi perempuanku sudah
tumbuh. Bayanganku dulu, wanita karier adalah seorang wanita yang mandiri dan
kuat. Aku suka mandiri dan kerja keras serta tidak merepotkan orang lain, dan
mungkin alasan itu juga yang membuatku bermimpi menjadi wanita karier. Hingga
pada kelas VII aku masih bermimpi hal yang sama, melanjutkan sekolah di SMKN 2
Blitar dan menjadi Sekretaris.
Pada
saat pengumuman kelulusan, aku mulai bingung. Aku berpikir panjang, jadi lanjut
di SMK atau di Sekolah Menengah Atas (SMA). Pertimbanganku juga mengapa sejak dulu
bermimpi sekolah di SMK, karena kau tidak pernah memiliki bayangan untuk lanjut
kuliah, sehingga ingin lanjut sekolah di SMK. Namun, entah mengapa, saat itu
aku mendapat masukan dari keluarga (kakak dari Ibuku) tentang kuliah. Kakak
keponakanku memang ada yang sedang menempuh kuliah saat itu, di STAIN Malang. Pertimbangan
lagi, jika lanjut di SMA, maka jika bisa diusakan lanjut kuliah, karena tujuan
SMA itu adalah lanjut ke Perguruan Tinggi. Nah, aku bingung, karena kuliah
butuh banyak biaya.
Pada
akhirnya, aku memutuskan uuntuk lanjut di SMA meskipun aku belum punya bayangan
akan kuliah atau tidak. Permasalahan lagi, aku belum tahu SMA mana. Saat itu
aku ingin lanjut ke SMAN 1 Blitar, di kota,
tetapi nilaiku tidak cukup. Sebenarnya sudah cukup lumayan, tetapi karena di Kota, khusus siswa dari sekolah wilayah Kabupaten nilainya
di minus atau dikali lebih sedikit daripada nilai siswa dari sekolah wilayah kota, sehingga nilaiku
tidak cukup.
Aku
dan empat temanku di SMP, bermain-main ke SMA. Saat itu kami main ke SMAN 3
Blitar dan SMAN 2 Blitar (Ponggok). Aku masih ingat setelah main ke sekolah
itu, kami mengalami kecelakaan. Dua orang temanku menabrak motorku dari
belakang dan jatuh, sedangkan aku dan temanku yang berboncengan denganku alhamdulillah selamat. Singkat cerita, aku
pun akhirnya daftar dan diterima di SMAN 1 Talun, yang berada di Kabupaten
Blitar. Setelah kupikir, menjadi Sekretaris dan wanita karier tidak harus sekolah di
SMK. Aku tidak tahu apakah saat itu mimpiku masih kuat atau berkurang karena
aku tidak jadi lanjut ke SMK. Satu yang jelas, aku masih memiliki mimpi itu
hingga aku SMA.
Yogyakarta, 14 Mei 2013
2 Komentar
hahaha, mari belajar piano! :D
BalasHapusMauuu, diajarin! :)
BalasHapusGive ur coment