Untukmu yang selalu dalam rinduku.

Bagaimana dengan rindu yang sangat merindu?
Bagaimana ketika hanya bayang dan imaji yang memertemukan kembali?
Benar, sesak dan pahit.
(Bersama adik-adik SD 5 Jor, Jerowaru, Lombok Timur,
seusai pentas suling bambu: 2012)
Untukmu, tentang kata yang tak pernah sempat terucap.
Rinduku tiada berubah, sedikitpun.
Aku tersadar bahwa rindu ini pilu, dan rindu menyadarkanku tentang kepiluan akan rindu, bahkan sangat pilu.
Ketika hanya pikir dan batinku yang mampu berimaji, mengingat segala bayang dan kenangan yang terjadi dan terwujud bersama, saat itu lah jatuhnya hati yang begitu sesak dan memahit.
Andai dengan selangkah saja mata ini mampu menatap wujud nyatamu,
Andai dengan selangkah tangan ini mampu menyentuhmu, mengenggam tanganmu lebih erat seolah tak terlepaskan,
Andai dengan sedetik waktu ini mampu membawaku ke tempatmu berada, di sana.
Andai…iya, hanya berandai.
Andai kamu tahu, ketika malam bersama gelap, aku berharap Tuhan menjatuhkan satu bintang.
Karena dengan begitu aku bisa mengucap satu harapan, harapan tentang pertemuanku denganmu, pertemuan kita.
Iya, itu memang hanya mitos.
Tapi, tidakkah kau percaya bahwa Tuhan selalu mampu merubah segalanya menjadi mungkin.
Bahkan sangat mungkin jika satu, dua, atau berapa tahun lagi Dia kembali memertemukanku denganmu,
Atau berapa jam lagi aku menemukanmu, di dalam mimpiku yang hening, mimpi berselimut mimpi.
Entahlah, Tuhan selalu mampu merubah segalanya menjadi mungkin.
Namun, yakinlah, ada satu dari banyaknnya kepastian yang selalu menjadi pasti,
bahwa rinduku kepadamu tiada berubah,
takkan pernah berubah.
(Adik-adik SD 5 Jor, Jerowaru, Lombok Timur, dalam perjalanan
menuju Balai Desa Jerowaru untuk pentas suling bambu: 2012)














Yogyakarta, 23 Maret 2013

0 Komentar