Sepasang Tuna Netra
Pagi-pagi Tuhan sudah mempertemukanku dengan sepasang tuna netra
yang masih bisa dikatakan muda, di stasiun Lempuyangan. Si laki-laki sedang menunggu
kedatangan kereta yang ditumpangi si perempuan yang datang dari Tanah
Abang. Bagaimana tidak mengharukan, seorang tuna netra menjemput orang
yang juga sama-sama tuna netra, bahkan datangnya ke stasiun pun lebih
pagi dariku. Batinku, "si laki-laki berangkat jam berapa? naik apa?"
Apalagi, ketika si laki-laki itu memerlihatkan kepadaku, selembar foto si perempuan yang berukuran 3x4 dan berwarna.
Aaa, ternyata hanya bermodal selembar foto. --"
5 menit setelah itu, kereta Bengawan datang. Aku memandangi foto itu, lalu
mencari-cari si perempuan. Aku mengamati dari jauh gerbong kereta mulai depan hingga belakang, dan ya,
calon sasaran akhirnya ketemu. Si perempuan dituntun oleh seorang
perempuan yang juga penumpang kereta Bengawan, tidak tau namanya.
Setelah kutanya, ternyata benar, si perempuan tuna netra itu lah yang
ditunggu si laki-laki tadi.
*akhirnya keduanya bertemu*
Mereka duduk bersebelahan di kursi.
Mereka mengobrol, seperti halnya orang normal yang baru bertemu
setelah lama tidak bertemu. Entah tentang apa, aku tidak mau tau. Aku
hanya diam, duduk sekursi dengan mereka (karena kursinya panjang). Lalu
aku mengambil gambar mereka dengan kamera (tanpa diketahui mereka), iya lah karena mereka tidak
bisa melihatku. Kupikir itu moment tentang sepasang tuna netra yang
mengharukan yang pernah kutemui.
Setelah sekitar 7 menit-an, mereka bergegas pulang. Si perempuan
merangkul tangan si laki-laki, lalu berjalan keluar dari stasiun.
Kupikir mereka sudah bisa keluar, karena si laki-laki sudah membawa
tongkat (tapi bukan kayu), ya semacam aluminium untuk memandu jalan.
Ternyata salah jalan, mereka menuju ruang buntu. Aku berlari
mendatanginya, menunjukkan arah jalan ke pintu keluar. Mereka berjalan
ke arah yang kutunjukkan, lalu aku kembali duduk di kursi. 2 menit
setelah itu, mereka kembali ke arah semula dengan dituntun oleh seorang
laki-laki. Aku heran. *mikir-mikir*
"Hashh, kesalahan!"
Ternyata jalan yang kutunjukkan tadi bukan jalan
ke pintu keluar, tapi ruang tunggu. Aku lupa kalau ternyata pintu sudah
dipindah di sebelah timur. Merasa berdosa dan menyalahkan diri
sendiri, bodoh. Misal orang normal tidak masalah, tapi mereka tidak bisa
melihat. Bodoh. Rasanya menyesal memberi jalan yang salah. Aku cuma
diam, berkonflik dengan diri sendiri. Mungkin 5 menit-an. Kalau begini
terus, hati tidak akan bisa tenang. Tapi, mereka di mana? pasti sudah
keluar.
Aku cepat-cepat berlari, mengejar sepasang tuna netra itu.
Bersyukur, mereka masih sampai di halaman parkir stasiun. Aku meminta
maaf sama si laki-laki itu, menceritakan kelupaan dan kesalahanku
tentang jalan keluar yang kutunjukkan tadi. Dan, yes, permintaan
diterima. Hati dan pikiran mendadak lega dan tenang (lagi).haha, *lebay*
Akhir cerita, keretaku datang dan aku melanjutkan perjalananku menuju Blitar.
Di perjalanan aku merenung dan bertanya, apa maksud Tuhan mempertemukanku dengan
sepasang tuna netra tadi? Hmm.. Kupikir di dunia ini tidak ada yang
kebetulan.
*tersenyum manis* :)
Yogyakarta, 31 Oktober 2012
0 Komentar
Give ur coment